LAPORAN SKENARIO
1 BLOK 5 SEMESTER 2
MUSCULOSKELETAL
DAN DERMATOLOGI
KELOMPOK V
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS PRIMA INDONESIA
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang
Maha Esa atas berkat dan karunia-Nya sehingga makalah ini dapat diselesaikan
tepat pada waktunya.
Penulis tak lupa pula mengucapkan terima kasih
kepada tutor dan dosen-dosen yang telah membimbing dan mengarahkan kami dalam
menyelesaikan makalah ini. Penulis juga berterima kasih kepada rekan-rekan yang
telah bekerja sama membantu menyusun makalah ini.
Makalah
ini disusun agar pembaca dapat memperluas ilmu pengetahuannya tentang pentingnya
mengetahui anatomi dan fisiologi sistem rangka dan sendi,mengetahui patogenesis
dan patofisiologi penyakit metabolik pada sendi,mengetahui
klasifikasi,etiologi,epidemiologi dan gejala klinis penyakit metabolik
sendi,mengetahui diagnosa penyakit metabolik sendi,mengetahui penatalaksanaan
penyakit metabolik sendi,mengetahui komplikasi dan prognosis pada penyakit
metabolik sendi.
Penulis
menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, untuk itu penulis
mengharapkan kritik serta saran yang membangun demi kesempurnaan makalah ini.
Untuk penulis mengucapkan terima kasih.
Medan, 29 April 2013
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR............................................................................................................. i
DAFTAR ISI...........................................................................................................................
ii
Bab I :
PENDAHULUAN......................................................................................................
1
A. Latar Belakang.............................................................................................................
1
B. Tujuan Penulisan..........................................................................................................
1
Bab II : DATA
PELAKSANAAN PLENO...........................................................................
2
Bab III :
PEMBAHASAN SKENARIO................................................................................
3
Bab IV : KAJIAN
TEORI.......................................................................................................
5
1.
Anatomi dan
Fisiologi sistem Rangka dan Sendi ...................................................... 5
2.
Patogenesis dan
Patofisiologi penyakit metabolik sendi ............................................ 6
3.
Klasifikasi,Etiologi,Epidemiologi
dan Gejala klinis penyakit metabolik sendi .......... 9
4.
Diagnosa
penyakit metabolik sendi ............................................................................ 11
5.
Penatalaksanaan
penyakit metabolik sendi ................................................................ 13
6.
Komplikasi dan
Prognosis penyakit metabolik sendi
................................................
Bab V :
KESIMPULAN AKHIR...........................................................................................
16
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................................
17
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sebagai mahasiswa kedokteran
yang menjalani proses pendidikan kedokteran di bangku perkuliahan, sudah seharusnya
kita mengerti bagaimana sebenarnya pendidikan yang akan dijalaninya.
Makalah ini akan memberikan
penjelasan tentang anatomi dan
fisioligi sistem rangka dan sendi, patofisiologi
dan patogenesis penyakit metabolik sendi,
klasifikasi, etiologi, epidemiologi dan gejala klinis penyakit metabolik sendi,
diagnosa penyakit metabolik sendi, penatalaksanaan penyakit metabolik sendi, komplikasi
dan prognosis penyakit metabolik sendi.
B.
Tujuan
Penulisan
1.
Tujuan pembelajaran umum :
Mahasiswa mengetahui anatomi
dan fisiologi, patofisiologi dan patogenesis, klasifikasi, etiologi, epidemiologi
dan gejala klinis, diagnosa, penatalaksanaan, komplikasi dan prognosis pada
penyakit metabolik sendi.
2.
Tujuan pembelajaran khusus :
Setelah mengikuti pelatihan ini mahasiswa mampu :
a)
Menjelaskan anatomi
dan fisiologi sendi
b)
Mengetahui patofisiologi
dan patogenesis penyakit metabolik sendi
c)
Menjelaskan klasifikasi,etiologi,epidemiologi
dan gejala klinis
d)
Mengetahui diagnosa
penyakit metabolik sendi
e)
Mengetahui penatalaksanaan
penyakit metabolik sendi
f)
Mengetahui dan
prognosis penyakit metabolik sendi
g)
BAB II
PEMBAHASAN
Skenario 1
Ibu
Aminah 63 tahun,mengeluh sakit pada lutut kanan sejak 5 tahun yang lalu. Mula-mula
kalau berjalan sakit dan kaku, lama-lama sakit berkurang. Sudah berobat
kedokter dan diberi obat, sakitnya berkurang, tetapi kambuh lagi. Pada
pemeriksaan dijumpai nyeri gerak, tanda-tanda inflamasi articulatio genu dectra
dan pada palpasi pergerakan sendi adanya krepitasi. Apa yang terjadi terhadap
ibu aminah dan bagaimana penatalaksanaannya ?
I.
MENGKLASIFIKASI ISTILAH YANG KURANG DIKENAL
1.
Inflamasi
articulatio genu dextra : Peradangan
sendi lutut bagian kanan.
2.
Krepitasi : Suara
dari gesekan sendi.
II.
MENETAPKAN PERMASALAHAN
1.
Ibu Aminah 63
tahun,mengeluh sakit pada lutut kanan sejak 54 tahun yang lalu.
2.
Mula-mula kalau
berjalan sakit dan kaku,lama-lama sakit berkurang
3.
Sudah berobat
kedokter dan diberi obat,sakitnya berkurang,tetapi kambuh lagi.
4.
Pada pemeriksaan
dijumpai nyeri gerak,tanda-tanda inflamasi articulatio genu dextra dan pada
palpasi pergerakkan sendi adanya krepitasi.
III.
MENGANALISIS MASALAH
1.
Faktor degenaratif,kemungkinan
terjadi osteoarthritis.
2.
Kartilogi yang
menipis.
3.
Kemungkinan
penyakitnya tidak bisa sembuh,ditambah dengan aktivitas pasien.
4.
Kemungkinan
menderita osteoarthritis.
IV.
KESIMPULAN SEMENTARA
Ibu
Aminah 63 tahun,kemungkinan menderita osteoarthritis.
V.
MENENTUKAN TUJUAN BELAJAR
1.
Anatomi dan
Fisiologi sisitem rangka dan sendi
2.
Patogenesis dan
Patofisiologi penyakit metabolik pada sendi
3.
Klasifikasi,Etiologi,Epidemiologi
dan gejala klinis penyakit metabolik sendi
4.
Diagnosa
penyakit metabolik sendi
5.
Penatalaksanaan
penyakit metabolik sendi
6.
Komplikasi dan
Prognosis Penyakit metabolik sendi
BAB III
KAJIAN TEORI
1. ANATOMI DAN
FISIOLOGI SENDI
Sendi
atau artikulasio adalah istilah yang digunakan untuk menunjuk pertemuan antaru
dua atau beberapa tulang kerangka. Terdapat 3 jenis sendi utama, yaitu sendi
fibrus, sendi tulang rawan dan sendi sinovial. Sendi juga dapat
diklasifikasikan menurut kemungkinan geraknya, yaitu tak bergerak, sedikit
bergerak dan bergerak luas.
1.
Sendi fibrus
Sendi fibrus atau sinartroses adalah
sendi yang tak dapat bergerak atau merekat ikat, maka tidak mungkin ada gerakan
di antara tulang-tulangnya. Pada sendi fibrosa tidak terdapat lapisan kartilago,
antara tulang dihubungkan dengan jaringan ikat fibrosa, dan dibagi menjadi dua
subtipe yaitu :
a.
Sutura
atau sela antara tulang pipih tengkorak. Pada gambar tanda panah menunjuk sutura korona yang
menyatukan tulang frontal dan parietal; sutura sagitalis berjalan dari depan ke
belakang, menyatukan kedua tulang parietalis dan sutura lamboid menyatukan
kedua parietal dengan tulang oksipital.
Gambar 1 : Sutura
b.
Sindesmoses adalah tempat permukaan
persendian dihubungkan membran, seperti pada sendi tibio-fibuler inferior.
Gambar
2: Sindesmoses
2.
Sendi tulang rawan
Sendi
tulang rawan atau amfiartroses adalah sendi dengan gerakan sedikit, ujungnya
dibungkus oleh kartilago hialin, disokong oleh ligament, dan dibagi menjadi
subtipe yaitu:
a. Simfisis
pubis adalah tempat atau sebuah bantalan tulang rawan mempersatukan kedua
tulang pubis. Sendi antara manubrium dan bahan sternum.
b. Sendi
temporer (sementara) atau seni tulang rawan primer diumpai antara diafisis dan
epifisis tulang-tulang pipa sebelum pertumbuhan penuhnya sempurna.
3.
Sendi sinovial
Sendi
sinovial atau diartrosis adalah persendian yang bergerak bebas dan terdapat
banyak ragamnya. Ciri sendi yang bergerak bebas adalah ujung tulang-tulang yang
masuk dalam formasi persendian ditutupi tulang
rawan hialin.
Gambar
4: Sinovial pada siku (kiri), panggul (tengah), lutut (kanan)
Ligamen diperlukan
untuk mengikat tulang-tulangnya bersama.
Sebuah
rongga persendian : rongganya terbungkus sebuah kapsul jaringan fibrus yang
biasanya diperkuat ligamen.
Ada 6 jenis sendi sinovial, yaitu:
1.
Sendi datar atau sendi geser
2.
Sendi putar
3.
Sendi engsel
4.
Sendi kondiloid
5.
Sendi berporos atau sendi putar
6.
Sendi pelana atau sendi yang timbal
balik menerima
Gerakan
Gerak gerik yang terjadi pada sendi-sendi
kerangka dapat di bagi dalam 3 kelompok utama, yaitu :
1. Gerakan
meluncur
2. Gerakan
bersudut (anguler)
3. Gerakan
rotasi
Sirkumduksi
adalah istilah untuk melukiskan kombinasi rotasi dan gerakan anguler
(bersudut), berputar dalam lingkaran, misalnya membawa lengan ke depan, ke
atas, ke belakang dan ke bawah; termasuk fleksi, abduksi, ekstensi, adduksi dan
beberapa rotasi.
Pembatasan
gerakan sendi dalam banyak hal disebabkan bentuk permukaan persendian, misalnya
pelurusan siku di batasi prosesus olekranon, ulna yang membentur pada humerus.
Dalam hal lain gerakan di batasi simpai-simpai kuat ligamen, seperti dalam
ligamen ilio-femural di depan sendi panggul yang membatasi pelurusan paha.
Fleksi siku dan tungkai di atas paha dibatasi bagian lunak yang tersentuh.
Sendi
Anggota Atas
Sendi
sterno-klavikuler adalah sendi meluncur yang di bentuk ujung besar di
sebelah sternum klavikula dan bersendi dengan faset untuk klavikula di atas
sternum.
Gambar
5: sendi sterno klavikuler
Sendi akromio-klavikuler
di bentuk ujung luar klavikula yang bersendi dengan prosesus akromion skapula.
Gambar
6: sendi akromio klavikuler
Sendi bahu atau
humero-skapuler adalah sendi sinovial variasi sendi putar. Kepala humerus
yang berbentuk sepertiga bola, bersendi di dalam rongga glenoid skapula.
Rongganya di perdalam karena terpasangnya lapisan tebal tulang rawan fibrus,
yaitu labrum glenoidal.
Tulang-tulangnya dipersatukan ligamen yang membentuk kapsul yang sangat
longgar.
Tingkat dan pembatasan gerakan disini sebagian besar
tergantung otot-otot yang mengelilinginya dan tekanan atmosfer yang menahan
tulang-tulang dalam kedudukannya, sedangkan kelonggaran ligamen berupa kapsul
memberi kebebasan gerakan ke semua jurusan, abduksi, adduksi, fleksi, ekstensi,
rotasi medial dan lateral, dan sirkum duksi.
Sendi siku
adalah sendi engsel, antara permukaan troklear di atas ujung bawah humerus dan
lekukan troklear ulna. Semua ini merupakan bagian utama sendi, yaitu sendi
humero-ulnaris. Kepala radius besebdi dengan kapitulum humeri, membentuk sendi
humero-radialis dan empat permukaan persendian ini berada di dalam kapsul
persendian. Dalam gerakan sendi itu radius di angkat ke belakang dan ke depan
bersama dengan ulna.
Gerakan yang
terjadi pada siku adalah fleksi dan ekstensi.
Gambar 7: sendi siku
Sudut siku
yang di buat bila siku lurus, lengan bawah dan tangan dalam supinasi adalah
kira-kira 170° dengan lengan atas. Hal ini disebabkan letak oblik permukaan
persendian antara humerus dan ulna. Keuntungan sudut yang di buat ini adalah
barang-barang dapat di angkat dan di ulurkan dengan baik.
Sendi
radio-ulnaris.
Antara radius dan ulna
terdapat 2 buah sendi yang dapat bergerak, yaitu sendi radio-ulnaris superior
dan inferior. Membran interosa (antar tulang) membentuk sendi ketiga, yaitu
sendi radio-ulnaris tengah. Membran ini juga memisahkan otot-otot yang ada di
depan dari yang ada di belakang lengan bawah.
Gerakan
radius di atas ulna adalah bebas. Karena kepala radius
berotasi di dalam ligamen pembatas sendi radio-ulnaris superior ujung bawah
radius berotasi di atas kepala ulna pada sendi radio-ulnaris inferior dan
tangan di bawah serta dalam gerakan pronasi dan supinasi lengan bawah.
Pronasi adalah
rotasi radius di atas ulna sampai tapak tangan menghadap ke belakang. Gerakan
ini dilaksanakan oleh otot-otot yang disebut pronator dan terletak di depan
lengan bawah antara radius dan ulna.
Supinasi adalah
gerakan sebaliknya. Kalau memulai dengan lengan bawah dalam pronasi, rotasinya
dari dalam kearah luar sampai radius dan ulna
terletak paralel dan tangan terletak dengan tapaknya kedepan. Supinasi
dilaksanakan dua otot supinator yang berada disebelah belakang lengan bawah,
antara radius dan ulna dan juga otot bisep yang berkait ke dalam tuberositas
radii. Gerakan ini perlu kalau memutar masuk sekrup memakai obeng, atau memutar
kenop pintu.
Sendi pergelangan
tangan atau sendi radio-karpal adalah sendi kondiloid antar ujung bawah
radius dan diskus persendian di bawah kepala ulna, yang bersama-sama membentuk
permukaan konkaf ( cekung ) untuk menerima sisi atas skafoid (navikular, lunar
dan tulang-tulang trikuetrum. Gerakan fleksi, abduksi dan adduksi terjadi atas
sendi ini.
Sendi
Tangan dan Jari


Sendi
karpal. Permukaan persendian antara tulang-tulang karpal
adalah ceper dan halus. Permukaan ceper ini dengan mudah saling bergeser dan
membentuk persendian meluncur antara berbagai tulang itu. Tulang karpal
tersusun berdempetan rapat sehingga hanya gerakan meluncur terbatas yang
mungkin, tetapi dapat melaksanakan jumlah gerakan yang cukup banyak jika semua
tulang bergerak bersama-sama. Gambar 8: Sendi karpal
Sendi
karpometakarpal adalah sendi luncur yang terbentuk
antara sisi distal baris bawah tulang-tulang karpal. Sendi karpo metakarpal ibu
jari, yaitu sendi pelana, terbentuk antara basis metakarpal pertama dan
trapezium (multangulum mayus). Sendi intermetakarpal dibentuk antara basis
tulang-tulang metakarpal. Permukaan persendian lateral membentuk sendi datar
atau sendi meluncur antara tulang-tulang ini.
Sendi
metakarpo falengal adalah sendi jenis kondiloid. Kepala
lima tulang metakarpal ini diterima dalam permukaan persendian pada basis
falang proksimal. Gerakan flexi, ekstensi, abduksi, dan aduksi beralngsung pada
sendi ini.
Sendi
interfalangeal adalah sendi engsel. Sendi ini
terbentuk oleh falang proksimal yang diterima dalam permukaan persendian di
atas basis falang distal. Gerakanya adalah flexi dan ekstensi.
Sendi
panggul adalah sendi sinovial varietas sendi putar. Kepala
femur diterima ke dalam asetabulum tulang koksa.
-
Ligamen kapsuler sendi panggul adalah
tebal dan kuat dan membatasi gerakan sendi ke semua jurusan.
-
Ligamen iliofemoral
adalah ligamen yang terletak di depan sendi yang membantu mempertahankan sikap
tegak tubuh kalau berdiri
Gambar 9: sendi panggul
Gerakan yang terjadi pada sendi panggul adalah fleksi, ekstensi, abduksi, aduksi serta
rotasi medial dan lateral. Kombinasi dari semua gerakan ini disebut sirkumduksi.
Sendi
lutut adalah sendi engsel dengan perubahan. Patela
terletak di atas permukaan pateler yang halus pada femur dan di atas itu patela
meluncur sewaktu sendi bergerak. Patela berada di depan bagian-bagian
persendian yang utama, tetapi tidak masuk ke dalam formasi
sendi
lutut.
Gambar
10: Sendi lutut
Struktur yang berada di dalam sendi lutut yaitu
-
Tulang rawan semilunaris, terletak di
atas permukaan persendian yang berupa dataran tinggi tibia.
-
Ligamen-ligamen yang bertujuan untuk
membatasi gerakan senid lutut dan mengikat tulang-tulangnya sehingga kuat.
-
Membran sinovial adalah yang terbesar
dalam tubuh. Selain melapisi struktur sendi, juga membentuk beberapa bursa
(kantong) sekitar sendi.
Gerakan yang terjadi
pada sendi ini adalah ekstensi, fleksi, dan rotasi medial ringan.
Gambar
11: Sendi lutut normal dan yang terkena OA
Sendi-sendi
tibio fibuler. Sendi ini dibentuk antara ujung atas
dan ujung bawah kedua tungkai bawah. Batang tulang-tulang ini digabung oleh
ligamen interosa (antartulang).
Sendi
pergelangan kaki adalah sendi engsel yang dibentuk
antara ujung bawah tibia beserta maleolus medialisnya, dan maleolus lateralis
fibula, yang bersama-sama membentuk sebuah lubang untuk menerima badan talus.
Kapsul sendi diperkuat ligamen-ligamen penting yang bersangkutan. Ligamen
deltoid di sisi medial berjalan dari maleolus medial ke tulang-tulang tarsal
yang mendampinginya dan sering mengalami robek yang parah bila pergelangan kaki
terkilir.
Gerakan yang terjadi pada sendi ini adalah fleksi
dan ekstensi atau sering disebut dorsi fleksi dan plantar fleksi.
Sendi
pada telapak kaki
Sendi antar berbagai tulang tarsal adalah sendi
luncur. Tulang-tulangnya disatukan oleh ligamen dorsal, plantar, dan interosa.
Ligamen interosa membuat gili-gili dalam permuakaan persendian tulang-tulang
ini.
Gerakan sendinya yaitu gerakan mengayun yang dapat
dilakukan pada sendi talokalkaneus yang mirip aduksi dan abduksi. Sendi antara
kepala talus dan navikular dan sendi antara kalkaneusdan kuboid disebut sendi
mediotarsal atau sendi subtaloid. Pada sendi-sendi inilah terjadi gerakan
inversi dan eversi.
Pada inversi tepi dalam, kaki dingkat ke atas dan
telapaknya ditarik ke dalam. Pada eversi tepi samping, kaki diangkat ke atas
dan telapaknya agak di tarik ke samping.
Sendi pada tarso metatarsus, metatarso falang, dan
interfalang serupa yang diuraikan pada tangan.
KERANGKA ANGGOTA ATAS
Kerangka anggota atas dikaitkan
pada kerangka badan dengan perantaraan gelang bahu, yang terdiri atas klavikula
dan scapula. Dibawahnya terdapat tulang-tulang yang membentuk kerangka lengan,
lengan bawah, dan telapak tanganyang seluruhnya berjumlah 30 buah tulang :
Humerus - tulang lengan atas
Ulna dan radius - tulang
hasta dan tulang pengumpil
8 tulang karpal - tulang
pangkal tangan
5 tulang metacarpal - tulang tapak tangan
14 falang - ruas
jari tangan
Klavikula
atau tulang selangka adalah tulang
melengkung yang membentuk bagian anterior gelang bahu. Fungsi klavikula memberi
kaitan pada beberapa otot leher, bahu dan lengan yang bekerja sebagai penopang
lengan
Skapula
Scapula atau
tulang belikat membentuk bagian belakang gelang bahu dan terletak di
sebelah belakang toraks yang lebih dekat ke permukaan dari pada iga. Bentuknya
segitiga pipih dan memperlihatkan dua permukaan, tiga sudut, dan tiga sisi.
Permukaan scapula. Permukaan anterior atau kostal disebut
fosa subskapularo dan terletak paling
dekat dengan iga.
Humerus
Humerus atau tulang lengan atas adalah tulang terpanjang
anggota atas, memperlihatkan sebuah batang dan dua ujung.
Ujung
atas humerus. Sepertiga atas ujung humerus terdiri
atas sebuah kepala, yang membuat sendi dengan rongga glenoid scapula dan
merupakan bagian bangunan sendi bahu.
Batang
humerus sebelah atas bundar, tetapi semakin kebawah menjadi
lebig pipih.
Ujung
bawah humerus lebar dan agak pipih. Pada bagian paling
bawah terdapat permukaan sendi yang bentuk bersama tulang lengan bawah.
Ulna
Ulna atau tulang hasta adalah sebuah tulang pipa yang
mempunyai sebuah batang dan dua ujung. Tulang itu adalah tulang sebelah medial
lengan bawah dan lebih panjang dari pada radius atau tulang pengumpil. Kepala
ulna ada di sebelah ujung bawah.
Ujung atas ulna kuat
dan tebal, dan masuk dalam formasi sendi siku. Prosesus olekranon menonjol
keatas di sebelah belakang dan tepat masuk di dalam fosa olektranon dari
humerus.
Prosesus
koronoidesus ulna menonjol di depannya, lebih kecil dari pada prosesus
olekranon dan tepat masuk di dalam fosa koronoid humerus bila siku di
bengkokkan.
Batang ulna makin mendekati ujung bawah makin mengecil,
member kaitan pada otot yang mengendalikan gerakan pergelangan tangan dan jari.
Ujung bawah ulna lebih
kecil di banding ujung atasnya. Dua eminerus atau peninggian timbul diatasnya.
Radius
Radius adalah tulang disisi lateral bawah, merupakan
tulang pipa dengan sebuah batang dan dua ujung dan lebih pendek dari pada ulna.
Ujung
atas radius memperlihatkan kepala berbentuk kancing
yang memiliki permukaan dangkal bersendi dengan kapitulum humerus.
Batang
radius. Batangnya lebih sempit dan lebih bundar di sebelah
atas dari pada di bawah dan semakin melebar mendekati ujung bawah.
Ujung
bawah agak
berbentuk segi empat dan masuk dalam formasi dua buah sendi.
Tulang
Pergelangan Tangan dan Tangan
Tulang tangan disusun dalam beberapa kelompok. Karpus (tulang pangkal tangan) atau
tulang yang masuk formasi pergelangan adalah tulang pendek. Metacarpal membentuk kerangka tapak tangan dan berbentuk
tulang pipa. Falang adalah tulang
jari dan benrbentuk tulang pipa.
Karpal
terdiri atas delapan tulang tersusun dalam dua baris, empat tulang dalam setiap
baris. Baris atas tersusun dari luar ke dalam adalah navilular (skafoid),
lunatum (seminular), trikuetrum, dan pisiformis. Baris bawah adalah trapezium
(multangulum mayus), trapezoid (multangulum minus), kapitatum, humatum.
Navikulare
(skafoid) adalah tulang berbentuk perahu;
lunatum (semilunare) berbentuk seperti bulan sabit. Kedua tulang ini bersendi
di atas dengan ujung bawah radius dalam formasi pergelangan, dan bersendi di
bawah dengan beberapa tulang karpal barisan kedua.
Metacarpal. Terdapat
lima tulang metacarpal. Setiap tulang mempunyai batang dan dua ujung. Ujung
yang bersendi dengan tulang kapal di sebut ujung
karpal dan sendi yang di bentuknya
adalah sendi karpo _ metacarpal. Ujung distal bersendi dengan falang di sebut
kepala.
Falang juga tulang panjang, mempunyai batang dan dua
ujung. Batangnya mengecil di arah ujung distal. Terdapat 14 falang, tiga pada
setiap jari dan dua pada ibu jari.
KERANGKA
ANGGOTA GERAK BAWAH
Tulang ekstermitas bawaha atau anggota gerak bawah
dikaitkan pada batang tubuh dengan perantaraan gelang panggul.
Anggota bawah terdiri
atas tiga puluh satu tulang :
1 tulang koksa - tulang
pangkal paha
1 femur - tulang
paha
1 tibia - tulang
kering
1 fibula - tulang
betis
1 patela - tempurung
lutut
1 tulang tarsal - tulang
pangkal kaki
5 tulang metatarsal - tulang
telapak kaki
14 falang - ruas
jari kaki.
Tulang
panggul
Tulang panggul atau os koksae turut
membentuk gelang panggul. Letaknya di setiap sisi dan di depan bersatu dengan
simfisis pubis, maka dua tulang itu membentuk sebagian besar pelvis.
Tulang koksae adalah tulang pipih berbentuk tak teratur
yang dibentuk tiga tulang yang bertemu di aserabulum, yaitu sebuah rongga berbentuk
cawan di permukaan eksternal tulang koksa dan mencekam kepala femur dalam
formasi gelang panggul.
Tiga tulang yang berkumpul disini adalah ilium, yang
menduduki tempat terbesar, di sebelah depan adalah pubis, dan iskium paling
posterior.
Tulang usus atau
ilium memperlihatkan dua permukaan, sebuah Krista dan sebuah permukaan
persendian untuk sacrum.
Krista ilium melengkung
dan menulang di atas tulang. Permukaan itu member kaitan banyak otot, termasuk
otot abdominal dan latismus dorsi.
Tulang kemaluan
atau pubis terdiri atas sebuah badan dan dua ramus. Badannya berbentuk persegi
empat dan diatasnya menjulang Krista pubis. Tulang pubis bersatu di depan pada
simfisis pubis.
Iskium atau tulang duduk adalah bagian yang tertebal
dan terkeras. Tuberositas iskium terletak pada titiknya yang terendah dan tubuh
menjejak diatasnya kalau duduk.
Foramen abturatum adalah
foramen yang besar berbentuk lonjong terletak dibawah asetabulum dan dibatasi
pubis dan iskium. Lubangnya berisi membaran dan melalui bagian atasnya pembuluh
dan saraf obturatum berjalan dari pelvis masuk paha.
Asetabulum adalah rongga jeluk, berbentuk cawan yang di
bentuk oleh pertemuan tiga tulang : pubis membentuk lapisan depan, ilium bagian
atas, dan iskium bagian belakang.
Femur
Femur atau tulang paha adalah tulang terpanjang dari
tubuh. Tulang itu bersendi dengan asetubulum dalam formasi persendian panggul
dan dari sini menjulur medial kelutut dan membuat sendi dengan tibia. Tulangnya
berupa tulang pipa dan mempunyai sebuah batang dan dua ujung.
Ujung
atas memperlihatkan sebuah kepala yang menduduki dua
pertiga daerah itu; di puncaknya ada lekukan seperti bentuk kulit telur dengan
permukaan kasar, untuk kaitan ligamentum teres.
Batang
femur berbentuk silinder, halus dan bundar di depan dan di
sisi-sisinya, melengkung kedepan dan di belakangnya ada belebas yang sangat
jelas, disebut linea aspera, tempat kaitannya sejumlah otot, di antaranya
aduktor paha.
Ujung
bawah adalah lebar dan memperlihatkan dua kondil, sebuah
lekukan interkondiler, sebuah permukaan popliteum, dan sebuah permukaan
patelaris. Kedua kondilnya sangat jelas menonjol; yang medial lebih rendah dari
pada lateral. Kedua-duanya masuk dalam formasi persendian lutut.
Patella
Patella atau tempurung
lutut adalah tulang baji atau tulang sesamoid yang berkembang didalam tendon
otot kuadrisep ekstensor. Apeks patella meruncinh
kebawah. Permukaan anterior tulang ialah kasar. Permukaan posteriornya halus
dan bersendi dengan permukaan patellar ujung bawah femur. Letaknya didepan
sendi lutut, tetapi tidak ikut serta di dalamnya.
Tibia
Tibia atau tulang
kering merupakan kerangka utama tungkai bawah dan terletak medial dari fibula
\atau tulang betis; tulang tibia adalah tulang pipa dengan sebuah batang dan
dua ujung.
Ujung
atas memperlihatkan adanya kondil medial dan kondil
lateral. Kondil-kondil ini merupakan bagian paling atas dan paling pinggir dari
tulang.
Batang.
Pada
irisan bentuknya segitiga. Sisi anteriornya paling menjulang dan sepertiga
sebelah tengah terletak subkutan. Bagian ini membentuk Krista.
Ujung
bawah masuk dalam formasi persendian mata kaki. Tulangnya
sedikit melebar dan kebawah sebelah medial menjulang menjadi maleolus
medial atau maleolus tibiae.
fibula
fibula atau tulang betis adalah tulang sebelah lateral
tungkai bawah. Tulang itu adalah tulang pipa dengan sebuah batang dan dua
ujung.
Ujung
atas berbentuk kepala dan bersendi dengan bagian belakang
luar tibia, tetapi tidak masuk dalam formasi sendi lutut.
Batangnya
ramping
dan terbenam dalam otot tungkai, dan member banyak kaitan.
Ujung
bawah di sebelah bawah lebih memanjang menjadi maleolus
lateralis atau maleolus fibulae.
TULANG
–TULANG KAKI
Tulang tarsal
(tulang pangkal kai). Ada tujuh buah tulang yang secara kolektif dinamakan
tarsus. Tulang-tulang itu adalah tulang pendek, terbuat dari jaringan tulnag
berbentuk jala dengan pembungkus jaringan kompak. Tulang-tulang ini mendukung
berat badan kalau berdiri.
Kalkaneous atau
tulang tumit adalah tulang terbesar tapak kaki. Tulang itu ada di sebelah
belakang membentuk tumit dan mengalihkan berat badan di atas tanah kebelakang,
member kaitan pada otot besar dari betis dengan perantaraan tendon Achilles atau tendon kalkaneus. Disebelah atas bersendi dengan
talus dan di depan dengan kuboid.
Tulang metatarsal.
Terdapat lima tulnag metatarsal. Tulang-tulang ini tulang pipa dengan
sebuah batang dan dua ujung. Ujung-ujung proksimal atau ujung tarsal bersendi
dengan tulang tarsal. Ujung distal atau falangeal bersendi dengan tulang
tarsal. Ujung distal atau falangeal bersendi dengan basis falang proksimal.
Falang-falangnya sama
dengan jari-jari tangan, tetapi lebih pendek
Lengkung pada kaki. Pada
kaki terdapat empat lengkung. Lengkung medial atau internal terbentuk dari
belakang kedepan oleh kalkaneus, yang merupakan pendukung posterior lengkung;
talus menjadi puncak lengkung, dan kepala ketiga metatarsal sebelah dalam
membentuk dukungan anteriorlengkung. Lengkung lateral atau lengkung
longitudinal luar di bentuk oleh kalkaneous, kuboid, dan dua tulang metatarsal
sebelah luar.
2.PATOFISIOLOGI DAN PATOGENESIS
PENYAKIT METABOLISME SENDI
Patofisiologi mempelajari mengenai fungsi-fungsi tubuh yang mengalami gangguan
atau fungsi-fungsi yang berubah akibat proses penyakit.
Patogenesis merupakan keseluruhan proses perkembangan penyakit. Perubahan
struktur dan fungsi setiap komponen yang terlibat di dalamnya, seperti sel,
jaringan dan organ.
1.
Osteoarthritis(OA)
Patofisiologi
Pada kondisi fisiologis, matriks ekstraselular memiliki waktu paro
bertahun-tahun sehingga metabolismenya berjalan sangat lambat. Namun dengan
adanya peningkatan beban mekanik (peningkatan berat badan), bertambahnya usia
dan adanya cedera dapat mempercepat proses metabolismenya. Tulang rawan sendi
akan terdegradasi menyebabkan keretakan matriks. Permukaan halus tulang rawan
menjadi kasar dan menyebabkan iritasi. Jika tulang rawan menjadi kasar
seluruhnya, maka tulang pangkal kedua tulang yang bertemu menjadi rusak dan
gerakannya menyebabkan nyeri dan ngilu.
Patogenesis
Sampai saat ini masih belum jelas,
karena banyak faktor- faktor penyebab atau faktor-faktor predisposisi yang mempengaruhinya.
Perubahan-perubahan yang terjadi yaitu :
i.
Kerusakan tulang rawan sendi
Dalam keadaan normal matrix tulang rawan berisi lebih kurang 80%
air, 3,6% proteoglikan, 15% kolagen dan sisanya mineral dan zat-zat organik
lain serta kondrosit yang berfungsi membentuk kolagen dan proteoglikan. Kadar
kolagen dan proteoglikan ini yang menentukan agar matrix tulang rawan berfungsi
baik yaitu sebagai penahan beban dan peredam kejut.
Pada tahap awal
kerusakan tulang rawan, terjadi penurunan kadar proteoglikan sedangkan kadar
kolagen masih normal. Hal ini terjadi karena proses destruksi melebihi proses
produksinya sehingga permukaan tulang rawan menjadi lunak secara lokal. Juga
kadar air menurun sehingga warna matrix menjadi kekuningan dan timbul retakan
dan mulai terbentuk celah.
Tahap kedua,
celah makin dalam tetapi belum sampai ke perbatasan daerah subkondral. Jumlah
sel rawan mulai menurun, begitu juga kadar kolagen.
Tahap ketiga, celah makin dalam
sampai ke daerah subkondral. Kista dapat menjadi sangat besar dan pecah
sehingga permukaannya menjadi tidak teratur.
Tahap keempat,
serpihan rawan sendi yang terapung dalam cairan sendi akan difagosit oleh
sel-sel membran sinovia dan terjadilah reaksi radang. Sementara itu kondrosit
mati, proteoglikan dan kolagen tidak diproduksi lagi.
ii.
Pembentukan osteofit
Ada beberapa hipotesis mengenai pembentukan osteofit :
1) Akibat
proliferasi (pengulangan siklus sel) pembuluh darah di tempat rawan sendi
berdegenerasi.
2) Akibat kongesti (penghambatan) vena yang disebabkan perubahan
sinusoid sumsum yang tertekan oleh kista subkondral.
3) Akibat rangsangan serpihan rawan sendi, maka akan
timbul sinovitis sehingga tumbuh osteofit pada tepi sendi, pada perlekatan
ligamen atau tendon dengan tulang.
2.
Rheumatoid Arthritis (RA)
Patofisiologi
Pada RA, reaksi
autoimun terjadi dalam jaringan sinovial. Proses fagositosis menghasilkan
enzim-enzim dalam sendi. Enzim-enzim tersebut akan memecah kolagen sehingga
terjadi edema, proliferasi membran sinovial dan akhirnya pembentukan pannus.
Pannus akan menghancurkan tulang rawan dan menimbulkan erosi tulang. Akibatnya
adalah menghilangnya permukaan sendi yang akan mengganggu gerak sendi. Otot
akan turut terkena karena serabut otot akan mengalami perubahan degeneratif
dengan menghilangnya elastisitas otot dan kekuatan kontraksi otot.
Patogenesis
Meskipun
faktor-faktor yang bertanggung jawab untuk inisiasi penyakit, kerentanan, dan
akselerasi belum teridentifikasi, faktor-faktor ini memicu reaksi kekebalan
yang mengarah ke peradangan sendi, kerusakan, dan kehancuran. Pada gilirannya,
hal ini peradangan sendi, kerusakan, dan kehancuran menguatkan respon imun,
menyebarkan proses penyakit dan menyebabkan kerusakan sendi lebih lanjut dan
kehancuran. Respon imun terpadu yang kompleks dan menyebabkan sekresi sitokin,
antibodi, RF, dan anti-Antibodi PKC. Perubahan histopatologis di RA sinovium
terjadi, termasuk edema dengan infiltrasi sel T, sel B, dan makrofag.
Pembentukan pannus, atau jaringan granulasi inflamasi yang mengikis tulang
rawan menjadi berdekatan dan tulang, akhirnya mengarah pada kerusakan sendi.
Respon kekebalan yang terlibat dalam patogenesis RA sekarang dapat ditargetkan
oleh farmasi baru-cotherapy. Sebuah contoh adalah penggunaan agen biologis
terhadap tumor necrosis factor-α (TNF-α) yang muncul pada akhir 1990-an.
Sebagai penelitian lebih lanjut menjelaskan peran sel kekebalan tubuh dan
faktor (misalnya, TNF-α dan interleukin [IL-1 dan IL-6]) dalam patogenesis,
kemajuan lanjut dalam pengobatan RA mungkin memerlukan interaksi beberapa inflamasi
sel Antigen-presenting sel dan sel T berinteraksi dengan sel B dan sel plasma.
3.
GOUT (Uric Acid)
Patofisiologi
Dalam keadaan normal, kadar
asam urat di dalam darah pada pria dewasa kurang dari 7 mg/dL dan pada wanita
kurang dari 6 mg/dL. Dan apabila konsentrasi asam urat dalam serum lebih besar
dari 7,0 mg/dl dapat menyebabkan penumpukan kristal monosodium urat. Jika
kristal asam urat mengendap dalam sendi, akan terjadi respon inflamasi dan
diteruskan dengan terjadinya serangan gout. Dengan adanya serangan yang
berulang-ulang, penumpukan kristal monosodium urat yang dinamakan thopi akan
mengendap dibagian perifer tubuh seperti ibu jari kaki, tangan dan telinga.
Akibat penumpukan Nefrolitiasis urat (batu ginjal) dengan disertai penyakit
ginjal kronis. Gambaran kristal urat dalam cairan sinovial sendi yang
asimtomatik menunjukkan bahwa faktor-faktor non-kristal mungkin berhubungan
dengan reaksi inflamasi. Kristal monosodium urat yang ditemukan tersalut dengan
immunoglobulin yang terutama berupa IgG. Dimana IgG akan meningkatkan
fagositosis kristal dan dengan demikian dapat memperlihatkan aktifitas
imunologik.
Patogenesis
Tahap 1 (Tahap Gout Arthritis akut)
Pada tahap ini penderita akan mengalami
serangan arthritis yang khas untuk pertama kalinya. Serangan artritis tersebut
akan menghilang tanpa pengobatan dalam waktu sekitar 5-7 hari. Bila dilakukan
pengobatan maka akan lebih cepat menghilang. Karena cepat menghilang maka
penderita sering menduga kakinya hanya keseleo atau terkena infeksi, sehingga
tidak menduga terkena penyakit gout arthritis dan tidak melakukan pemeriksaan
lebih lanjut. Pada pemeriksaan kadang-kadang tidak ditemukan ciri-ciri
penderita terserang penyakit gout arthritis. Ini karena serangan pertama
berlangsung sangat singkat dan dapat sembuh dengan sendirinya (self-limiting),
maka penderita sering berobat ke tukang urut dan pada saat penderita sembuh,
penderita menyangka hal itu dikarenakan hasil urutan/pijatan. Namun jika
dilihat dari teori, nyeri yang diakibatkan asam urat tidak boleh dipijat
ataupun diurut, tanpa diobati atau diurut sekalipun serangan pertama kali ini
akan hilang dengan sendirinya.
Tahap 2 (Tahap Gout interkritikal)
Pada tahap ini penderita dalam keadaan
sehat selama rentang waktu tertentu. Rentang waktu setiap penderita
berbeda-beda. Dari rentang waktu 1-10 tahun. Namun rata-rata rentang waktunya
antara 1-2 tahun. Panjangnya rentang waktu
pada tahap ini menyebabkan seseorang lupa bahwa dirinya pernah menderita
serangan gout Arthritis akut. Atau menyangka serangan pertama kali yang dialami
tidak ada hubungannya dengan penyakit Gout Arthritis.
Tahap 3 (Tahap Gout Arthritis Akut
Intermitten)
Setelah melewati masa Gout Interkritikal
selama bertahun-tahun tanpa gejala, maka penderita akan memasuki tahap ini yang
ditandai dengan serangan arthritis yang khas seperti diatas. Selanjutnya
penderita akan sering mendapat serangan (kambuh) yang jarak antara serangan
yang satu dengan serangan berikutnya makin lama makin rapat dan lama serangan
makin lama makin panjang, dan jumlah sendi yang terserang makin banyak.
Tahap 4 (tahap Gout Arthritis Kronik
Tofaceous)
Tahap ini terjadi bila penderita telah
menderita sakit selama 10 tahun atau lebih. Pada tahap ini akan terbentuk
benjolan-benjolan disekitar sendi yang sering meradang yang disebut sebagai
Thopi. Thopi ini berupa benjolan keras yang berisi serbuk seperti kapur yang
merupakan deposit dari kristal monosodium urat. Thopi ini akan mengakibatkan
kerusakan pada sendi dan tulang disekitarnya. Bila ukuran thopi semakin besar dan
banyak akan mengakibatkan penderita tidak dapat menggunakan sepatu lagi.
4.
Post Traumatic Arthritis
Patofisiologi dan Patogenesis
Hal ini sering terbentuk sebagai akibat dari dislokasi, patah
tulang atau cedera ligamen di kaki yang merusak sendi. Patofisiologi dan
Patogenesis yang sama dengan
Osteoarthritis hanya pada PTA, umumnya
diakibatkan adanya trauma, contohnya trauma pada saat olahraga, kecelakaan,
jatuh atau cedera fisik lainnya.
5.
Osteonecrosis (Necrosis Avascular)
Patofisiologi
Kepala tulang
paha mendapatkan aliran darahnya dari hanya satu pembuluh darah. Bila pembuluh
ini tersumbat atau dihalangi, aliran darah ini ditutup dengan akibat
osteonekrosis. Hal serupa dapat berpengaruh pada bahu dan lutut. Pada beberapa
kasus, lemak mEnyumbat pembuluh darah dalam tulang. Infeksi HIV dapat
menyebabkan masalah dengan metabolisme lemak.
Tingkat lemak yang tinggi dalam darah dapat menyumbang pada gumpalan darah.
Lebih banyak radang dapat meningkatkan
pembekuan darah dan juga meningkatkan risiko gumpalan darah.
Patogenesis
Dengan penyumbatan aliran darah pada pembuluh darah di tulang,
menyebabkan kurangnya bahkan tidak ada aliran darah (gangguan
sirkulasi darah) dalam tulang selanjutnya, daerah yang
berdekatan menjadi hyperemic (meningkatnya
volume darah), mengakibatkan demineralisasi,
dalam trabekular (jaringan) menipis,
dan kemudian hancur/mati. Dengan matinya sel pada satu
bagian tersebut jaringan seluruhnya yang tidak tersirkulasi darah juga akan
mati.
6.
Osteochondritis dissecans
Patofisiologi
tersumbatnya aliran darah menyebabkan tulang subchondral untuk
mati dalam proses yang disebut avascular nekrosis. Tulang tersebut kemudian
diserap kembali oleh tubuh, meninggalkan tulang rawan artikular sehingga
menjadi rentan terhadap kerusakan. Hasilnya adalah fragmentasi (diseksi) dari
kedua tulang rawan dan tulang, dan gerakan bebas dari fragmen osteokondral ini
dalam ruang sendi, menyebabkan rasa sakit ,kaku pada sendi menjadi tidak
seimbang serta menyebabkan kerusakan lebih lanjut.
Patogenesis
Osteochondritis dissecans adalah hasil dari sirkulasi aliran darah
yang terhambat ke sebagian dari tulang
talus. dengan bertambahnya waktu yang lama, kalus yang sedikit demi
sedikit hilang/ habis akibat proses penyerapan oleh tubuh (efek sirkulasi darah)
lama kelamaan akan menyebabkan osteoarthritis.
7.
SPONDILITIS ANKILOSA
Penyakit ini bersifat kronis dan progresif yang menyerang pada sendi sakroiliakal dan sendi panggul serta sendi-sendi synovial pada spiral. Intikuman biasanya merusak spingiosakorpus
vertebra. Bagian-bagian intervertebra menjadi meradang dan akhirnya terjadi fusi atau kekakuan atau persatuan tulang pada sendi sakroiliakal dan
spinal-spinal lain melalui servikal.
Proses fusi ini terjadi setelah 10 –
20 tahun. Penyakit ini dapat timbul pada usia 10 – 30 tahun dan biasanya menjadi progresif setelah 50
tahun dan lebih pada laki-laki. Spondiliti sankilosis menyerang tulang rawan dan fibrokartilago sendi pada tulang belakang dan ligamen-ligamen para vertebral. Apabila diskus vertebralis juga terinvasi oleh jaringan vascular dan fibrosa maka akan timbul kalsifikasi sendi- sendi dan struktur artikular
.Kalsifikasi yang terjadi pada jaringan lunak akan menjembatani satu tulang vertebra dengan
vertebra lainnya.Jaringan synovial disekitar sendi yang
terserang akan meradang.
Proses
patofisiologi yang terjadi pada spondilitis ankilosa ditandai dengan adanya inflamasi dan, terjadinya fusi. Hal tersebut dapat di ilustrasikan dalam gambar dibawah ini:
Gambar 1.TulangBelakang Normal dan
TulangBelakangdenganSpondilitisAnkilosa
3. KLASIFIKASI,ETIOLOGI,EPIDEMIOLOGI DAN GEJALA
KLINIS PENYAKIT METABOLIK SENDI
1.
Osteoarthritis
1.1 Definisi
Osteoarthritis
merupakan penyakit sendi degenerative yang berkaitan dengan kerusakan kartilago
sendi. Vertebra, panggul, lutut, dan pergelangan kaki paling sering terkena
osteoarthritis. Osteoarthritis dapat dibagi menjadi :
a. Osteoarthritis
primer
Osteoarthritis primer
dapat disebut sebagai osteoarthritis idiopatik, OA ini tidak memiliki penyebab
yang pasti ( tidak diketahui ) dan tidak disebabkan oleh penyakit maupun
perubahan local pada sendi.
b. Osteoarthritis
sekunder
Osteoarthritis sekunder
disebabkan oleh inflamasi, kelainan system endokrin, metabolic, factor
keturunan, serta imobilisasi yang terlalu lama.
1.2 Epidemiologi
Prevalensi keseluruhan
12 – 15 % pada paling sedikit satu sendi. Lebih banyak pada kelompok usia >
65 tahun. Terdapat peningkatan yang seiring dengan bertambahnya usia, contohnya
adalah lebih dari 80% pasien berusia >75% tahun memiliki bukti radiologis
adanya OA. Kecenderungan wanita sedikit lebih tinggi secara keseluruhan.
1.3 Etiologi
Penyebab osteoarthritis
belum diketahui secara pasti. Oleh karena itu digunakan factor resiko, antara
lain :
a. Prevalensi
dan beratnya osteoarthritis semakin meningkat dengan bertambahnya umur
b. Frekuensi
OA dibawah 45 tahun kurang lebih sama pada wanita maupun laki – laki, tetapi di
atas 50 tahun ( setelah meopouse ) frekuensi OA lebih banyak pada wanita
c. Berat
badan yang berlebih berkaitan dengan meningkatnya risiko untuk timbulnya OA
baik pada wanita maupun pria.
d. Pekerjaan
berat maupun pemakaian satu sendi yang terus menerus berkaitan dengan
peningkatan risiko OA
e. Osteoarthritis
cenderung untuk menurun dalam keluarga
1.4 Gejala
klinis
Pada
umumnya pasien OA mengatakan bahwa keluhan – keluhannya sudah berlangsung lama,
tetapi berkembang secara perlahan – lahan.
a. Nyeri
sendi
Keluhan ini merupakan
keluhan utama yang seringkali membawa pasien ke dokter. Nyeri biasanya
bertambah dengan gerakan dan sedikit berkurang dengan istirahat.
b. Hambatan
gerakan sendi
Gangguan ini biasanya
semakin bertambah berat dengan pelan – pelan sejalan dengan bertambahnya rasa
nyeri
c. Kaku
pagi
Pada beberapa pasien,
nyeri atau kaku sendi dapat timbul setelah imobilitas, seperti duduk di kursi
atau mobil dalam waktu yang cukup lama atau bahkan setelah bangun tidur.
d. Krepitasi
Rasa gemeretak ( kadang
– kadang dapat terdengar ) pada sendi yang sakit
e. Pembesaran
sendi ( deformitas )
Pasien mungkin
menunjukkan bahwa salah satu sendinya
(seringkali terlihat di lutut atau tangan ) secara pelan – pelan membesar.
f. Perubahan
gaya berjalan
Gejala ini merupakan
gejalan yang menyusahkan pasien. Hamper semua pasien OA pergelangan kaki,
tumit, lutut, atau panggul berkembang menjadi pincang. Gangguan berjalan dan
gangguan fungsi sendi yang lain merupakan ancaman yang besar untuk kemandirian
pasien OA yang umumnya tua.
2.
Post
traumatic arthritis
2.1 definisi
post traumatic arthritis adalah arthritis yang disebabkan
karena adanya cedera atau trauma.
2.2 etiologi
post traumatic arthritis disebabkan oleh pemakaian dari
sendi yang memiliki jenis cedera fisik. Cedera bisa dari olahraga, kecelakaan
kendaraan, jatuh, cedera militer, atau sumber lain trauma fisik. Cedera
tersebut dapat merusak tulang rawan dan/atau tulang, mengubah mekanika sendi
dan membuat aus lebih cepat.
2.3 gejala klinis
Gejala arthritis pasca-traumatic (Post
traumatic arthritis) termasuk nyeri sendi, pembengkakan,
akumulasi cairan dalam sendi, dan penurunan toleransi untuk berjalan-jalan,
olahraga, dan kegiatan lainnya yang stres sendi.
3.
osteonecrosis
3.1 definisi
osteonecrosis merupakan kematian jaringan tulang karena kegagalan
suplai darah.
3.2 etiologi
penyebab osteonecrosis antara lain akibat pengobatan
(glukokortikoid), keadaan fisiologik atau patologik tertentu (kehamilan,
tromboemboli) atau tidak diketahui (idiopatik)
3.3 gejala klinis
gejala utama osteonecrosis adalah nyeri tulang pada area
yang terserang. Keadaan ini harus dicurigai pada pasien yang menggunakan
steroid dosis tinggi atau jangka panjang yang mengeluh nyeri tulang.
4.
osteochondritis
dissecans
4.1 definisi
Osteokondritis Disekans
adalah suatu kondisi di mana suatu bagian tulang rawan sendi lepas dari ujung
tulang bersama dengan lapisan tipis tulang di bawahnya. Gangguan ini paling
sering terjadi pada pria muda, terutama setelah cedera sendi.
4.2 etiologi
Osteokondritis Disekans
disebabkan karena tekanan ringan yang berulang-ulang. Cedera ringan yang
dialami berkali-kali seringkali tak disadari dan dapat merusak ujung tulang
yang terkena.
4.3 gejala klinis
Tanda dan gejala Osteokondritis Disekans meliputi:
a.
Nyeri,
gejala yang paling umum. Dapat dipicu oleh aktivitas fisik seperti; naik turun
tangga, mendaki bukit atau permainan olahraga.
b.
Penguncian.
Sendi mungkin terkunci dalam suatu posisi tertentu jika sebuah potongan yang
lepas terselip di antara tulang selama terjadi gerakan.
c.
Lemah.
Terkadang sendi terasa melemah.
d.
Penyempitan
rentang gerak. Pasien mungkin tidak dapat meluruskan kaki atau tangan
sepenuhnya.
e.
Pembengkakan
dan nyeri. Kulit di sekitar sendi dapat menjadi bengkak dan sakit.
5.
Artritis
Reumatoid
3.1 Definisi
Artritis Reumatoid (AR)
adalah penyakit autoimun yang ditandai oleh adanya inflamasi sistemik kronik
dan progresif, dimana sendi merupakan target utama. Artritis Reumatoid terutama
mengenai sendi - sendi kecil pada tangan
dan kaki.
3.2 Epidemiologi
Pada kebanyakan
populasi di dunia, prevalensi AR relative konstan yaitu berkisar antara 0,5 –
1. Prevalensi di India dan di Negara barat kurang lebih sama yaitu sekitar
0,75%. Sedangkan di China, Indonesia, dan Philipina prevalensinya kurang dari
0,4%. Prevalensi AR lebih banyak ditemukan pada perempuan dibandingkan dengan laki – laki dengan rasio
3:1 dan dapat terjadi pada semua kelompok umur.
3.3
Etiologi
a. Etiologi
dari AR tidak diketahui secara pasti. Factor genetic berperan penting terhadap
kejadian AR. Hubungan gen HLA-DRB1 telah diketahui dengan baik.
b. Prevalensi
AR lebih besar pada perempuan daripada laki – laki, sehingga diduga hormone sex
berperan dalam perkembangan penyakit ini.
c. Beberapa
virus dan bakteri diduga sebagai agen penyebab penyakit. Organism ini diduga
menginfeksi host dan merubah respon sel T sehingga mencetuskan timbulnya
penyakit.
3.4
Gejala klinis
a. Kurang
lebih 2/3 penderita AR, awitan terjadi secara perlahan. Awitan ini ditandai
dengan kekakuan sendi pada pagi hari yang berlangsung selama 1 jam atau lebih,
kelemahan, kelelahan, anoreksia, dan demam.
b. Terbentuk
nodul rheumatoid. Pembengkakan ini terdiri atas sel darah putih dan debris sel
yang terdapat di daerah trauma.
c. Kerusakan
struktur artikular dan periartikular ( tendon dan ligamentum ) menyebabkan
terjadinya deformitas.
6.
Lupus
Eritematosus Sistemik
6.1 Definisi
Lupus Eritematosus
Sistemik (SLE) adalah penyakit rematik autoimun yang ditandai dengan adanya
inflamasi tersebar luas, yang mempengaruhi setiap organ atau system dalam tubuh
6.2 Epidemiologi
Prevalensi SLE
diberbagai Negara sangat bervariasi antara 2,9/100.000 – 400/100.000. penyakit
ini dapat ditemukan pada semua usia, tetapi paling banyak pada usia 15 - 40 tahun.
6.3 Etiologi
Etiologi dari SLE belum
diketahui secara pasti. Diduga melibatkan interaksi yang kompleks dan
multifaktorial antar variasi genetic dan faktor lingkungan
6.4 Gejala
klinis
a. Kelelahan
Kelelahan merupakan
keluhan umum yang dijumpai pada penderita SLE. Kelelahan ini agak sulit dinilai
karena banyak kondisi lain yang dapat menyebabkan kelelahan seperti anemia,
meningkatnya beban kerja, dan lain lain.
b. Penurunan
berat badan
Penurunan berat badan
ini dapat disebabkan oleh menurunnya nafsu makan atau diakibatkan gejala
gastrointestinal
c. Demam
Demam akibat SLE
biasanya tidak disertai menggigil.
d. Nyeri
otot, nyeri sendi, atau inflamasi sendi
e. Ruam
pada kulit.
7.
Spondilitis
ankilosa
7.1 Definisi
Spondilitis ankilosa
merupakan penyakit inflamasi yang bersifat sistemik terutama menyerang sendi
tulang belakang ( vertebra )
7.2 Epidemiologi
Spondilitis ankilosa
biasanya mulai sejak decade kedua hingga decade ke tiga kehidupan dengan median
usia 23 tahun. Pada 5% pasien, gejala timbul pada usia lebih dari 40 tahun.
Usia yang rinci sulit ditentukan karena diagnosis seringkali tidak dikenali
selama bertahun – tahun.
7.3 Etiologi
Penyebab penyakit ini
belum diketahui tetapi penyakit ini cenderung diturunkan secara genetic.
7.4 Gejala
klinis
Gejala klinik SA dapat dibagi dalam
manifestasi skeletal dan ekstraskeletal. Manifestasi skeletal berupa artritis
aksis, artritis sendi panggul dan bahu, artritis perifer, entensopati,
osteoporosis, dan fraktur vertebra. Manifestasi ekstraskeletal berupa iritis
akut, fibrosis paru, dan amiloidosis.
Gejala utama SA adalah adanya sakroilitis. Perlangsungannya secara
gradual dengan nyeri hilang timbul pada pinggang bawah dan menyebar ke bawah
pada daerah paha. Keluhan konstitusional biasanya sangat ringan, seperti
anoreksia, kelemahan, penurunan berat badan, dan panas ringan yang biasanya
terjadi pada awal penyakit
8.
Arthritis
pirai ( Gout )
8.1 Definisi
Arthritis pirai
merupakan penyakit heterogen sebagai akibat dari deposisi Kristal monosodium
urat pada jaringan atau akibat supersaturasi asam urat di dalam cairan
ekstraseluler
8.2 Epidemiologi
Gout merupakan penyakit
dominan pada pria dewasa, sedangkan pada wanita jarang sebelum menopause.
8.3 Etiologi
Gangguan metabolism
Hiperurisemia yang
didefinisikan sebagai peninggian kadar urat lebih dari 7,0 ml/dl dan 6,0 mg/dl.
Penumpukan Kristal monosodium urat pada sendi.
8.4 Gejala
klinis
a. Peningkatan
kadar urat serum
b. Terjadi
pembengkakan mendadak dan nyeri yang luar biasa, terutama pada sendi ibu jari
kaki
c. Arthritis
dan peradangan local
d. Demam
dan peningkatan sel darah putih
e. Kegagalan
ginjal akibat penumpukan batu asam urat
9.
Pseudogout
9.1 Definisi
Serangan radang akut
dengan gejala mirip dengan gout dan sering tampak pada pasien – pasien dengan
penimbunan Kristal CPPD
9.2 Epidemiologi
Laporan mengenai data epidemiologi penyakit radang
sendi akibat penimbunan Kristal (
atropati Kristal ) sangat jarang. Pseudogout sering ditemukan pada umur
pertengahan dan umur yang lebih tua, data yang pernah dilaporkan menyatakan
bahwa 10 – 15 % mengenai mereka yang berusia 65 – 70 tahun dan akan meningkat
30 -60 % pada usia di atas 80 tahun.
9.3 Etiologi
Penyebab dari pseudogout adalah timbunan Kristal CPPD di
dalam struktur sendi. Penyebab penimbunan ini belum diketahui.
9.4 gejala klinis
inflamasi sinovium merupakan gejala yang khas. Pada saat
serangan akut didapatkan adanya pembengkakan yang sangat nyeri, kekakuan dan
panas local sekitar sendi yang sakit. Gambaran tersebut menyerupai gout.
4.
DIAGNOSIS
PENYAKIT METABOLIK SENDI\
1.
Anamnesis
·
Sendi mana yang terkena? Apa gejalanya:
nyeri, sakit, kaku, morbiditas berkurang?
·
Nyeri seringkali berdenyut dan dalam,
dan bisa berkurang dengan istirahat. Nyeri bisa menjalar jauh dari sendi yang
terkena. Gejala klasik memburuk pada cuaca dingin dan lembap?
·
Apa yang memperingan/memperberat gejala?
·
Tanyakan cedera sendi sebelumnya,
kelainan sendi kongenital, gangguan metabolik/endokrin (misalnya akromegali,
hemakromatosis) dan radang atau artritis septik sebelumnya.
·
Adakah tanda-tanda artritis radang
(misalnya kaku di pagi hari, demam dan sebagainya)?
·
Adakah gangguan skeletal lain (misalnya
osteoporosis, fraktur sebelumnya), gout, atau penyakit neurologis (misalnya
neuropati diabetikum yang menimbulkan sendi Charcot)?
Riwayat penyakit dahulu
·
Adakah penyakit serius lain?
·
Adakah riwayat bedah penggantian sendi?
Obat-obatan
·
Apakah pasien mengkonsumsi obat sejenis
OAINS?
Riwayat keluarga dan sosial
·
Bagaimana riwayat pekerjaan pasien?
·
Tanyakan tingkat keparahan disabilitas
dan masalah fungsional?
Riwayat Penyakit
Pada
umumnya pasien yang mempunyai kelainan sendi akan mengatakan bahwa
keluhan-keluhannya sudah berlangsung lama, tetapi berkembang secara
perlahan-lahan.
a) Nyeri
sendi
Keluhan ini merupakan
keluhan utama yang seringkali membawa pasien ke dokter (meskipun mungkin sebelumnya
sendi sudah kaku dan berubah bentuknya). Nyeri biasanya bertambah dengan
gerakan dan sedikit berkurang dengan istirahat.
b) Hambatan
gerakan sendi
Gangguan ini biasanya
semakin bertambah berat dengan pelan-pelan sejalan dengan bertambahnya rasa nyeri.
c) Kaku
pagi
Pada beberapa pasien,
nyeri atau kaku sendi dapat timbul setelah mobilitas, seperti duduk di kursi
atau mobil dalam waktu yang cukup lama atau bahkan setelah bangun tidur.
d) Krepitasi
Rasa gemeretak
(kadang-kadang dapat terdengar) pada sendi yang sakit.
e) Pembesaran
sendi (deformitas)
Pasien mungkin
menunjukkan bahwa salah satu sendinya (seringkali terlihat di lutut atau
tangan) secara pelan-pelan membesar.
f) Perubahan
gaya berjalan
Gejala ini merupakan
gejala yang menyusahkan pasien. Hampir semua pasien uang mempunyai kelainan
sendi pada pergelangan kaki, tumit, lutut atau panggul berkembang menjadi
pincang. Gangguan berjalan dan gangguan fungsi sendi lain merupakan ancaman
yang besar untuk kemandirian pasien penyakit sendi yang umumnya berusia tua.
2.
Pemeriksaan
Fisik
a. Hambatan
gerak
Perubahan ini
seringkali sudah ada meskipun pada sendi yang masih dini (secara radiologis).
Biasanya bertambah berat badan dengan semakin beratnya penyakit, sampai sendi
hanya bisa digoyangkan dan menjadi kontraktur. Hambatan gerak dapat konsentris
(seluruh arah gerakan) maupun eksentris (salah satu arah gerakan saja).
b. Krepitasi
Gejala ini lebih
berarti unttuk pemeriksaan klinik pada kelainan sendi. Pada awalnya berupa
perasaan akan adanya sesuatu yang patah atau remuk oleh pasien atau dokter yang
memeriksa. Dengan bertambah beratnya penyakit, krepitasi dapat terdengar sampai
jarak terrtentu. Gejala ini mungkin timbul karena gesekan kedua permukaan
tulang sendi pada saat sendi digerakkan atau secara pasif di manipulasi.
c. Pembengkakan
sendi yang seringkali asimetris
Pembengkakan sendi
dapat timbul karena efusi pada sendi yang biasanya tak banyak (<100cc).
Sebab lain ialah karena adanya osteofit, yang dapat mengubah permukaan sendi.
d. Tanda-tanda
peradangan
tanda-tanda adanya peradangan
pada sendi (nyeri tekan, gangguan gerak, rasa hangat yang merata dan warna
kemerahan) mungkin dijumpai pada kelainan sendi karena adanya sinovitis.
Biasanya tanda-tanda ini tak menonjol dan timbul belakangan, seringkali
dijumpai di lutut, pergelangan kaki dan sendi-sendi kecil tangan dan kaki.
e. Perubahan
bentuk (deformitas) sendi yang permanen
Perubahan ini dapat
timbul karena kontraktur sendi yang lama, perubahan permukaan sendi, berbagai
kecacatan dan gaya berdiri dan perubahan pada tulang dan permukaan sendi.
f. Perubahan
gaya berjalan
Keadaan ini hampir
selalu berhubungan dengan nyeri karena menjadi tumpuan berat badan. Terutama
dijumpai pada kelainan sendi pada lutut. Tulang belakang dengan stenosis
spinal. Pada sendi-sendi lain, seperti tangan bahu, siku, dan pergelangan
tangan, osteoartritis juga menimbulkan gangguan fungsi.
3.
Pemeriksaan
Diagnostik
Diagnosis
kelainan sendi biasanya didasarkan pada gambaran klinis dan radiografis.
Radiografis Sendi yang Terkena
Pada
sebagian besar kasus, radiografi pada sendi yang terkena osteoartritis sudah
cukup memberikan gambaran diagnostik yang lebih canggih.
Gambaran
radiografi sendi yang menyokong diagnosis ialah:
·
Penyempitan celah sendi yang seringkali
asimetris (lebih berat pada bagian yang menanggung beban)
·
Peningkatan densitas (sclerosis) tulang
subkondral
·
Kista tulang
·
Osteofut pada pinggir sendi
·
Perubahan struktur anatomi sendi
Berdasarkan
perubahan-perubahan radiografi di atas, secara radiografi dapat digradasi
menjadi ringan sampai berat (kriteria Kellgren dan Lawrence). Harus diingat
bahwa pada awal penyakit, radiografi sendi seringkali masih normal.
Pemeriksaan
penginderaan dan radiografi sendi lain.
·
Pemeriksaan radiografi sendi lain atau
penginderaan magnetik mungkin diperlukan pada beberapa keadaan tertentu. Bila
osteoartrtis pada pasien dicurigai berkaitan dengan penyakit metabolic atau
genetic.
·
Radiografi sendi lain perlu
dipertimbangkan juga pada pasien yang mempunyai keluhan banyak sendi
(osteoartritis generalisata).
·
Pasien-pasien yang dicurigai mempunyai
penyakit-penyakit yang meskipun jarang tetapi berat (osteonekrosis, neuropati
Charcot, pigmented sinovitis) perlu
pemeriksaan yang lebih mendalam. Untuk diagnosis pasti penyakit-penyakit
tersebut seringkali diperlukan pemeriksaan lain yang lebih canggih seperti
sidikan tulang penginderaan dengan resonansi magnetic (MRI), artroskopi dan
artrogafi.
·
Pemeriksaan lebih lanjut (khususnya MRI)
dan mielografi mungkin juga diperlukan pada pasien dengan kelainan sendi tulang
belakang untuk menetapkan sebab-sebab gejala dan keluhan-keluhan kompresi
radikular atau medulla spinalis.
4.
Pemeriksaan
Laboratorium
Hasil
pemeriksaan laboratorium pada kelainan biasanya tak banyak berguna. Darah tepi
(hemoglobin, leukosit, laju endap darah) dalam batas-batas normal, kecuali
penyakit sendi generalisata yang harus dibedakan dengan artritis peradangan.
Pemeriksaan imunologi (ANA, faktor reumatoid dan komplemen) juga normal. Pada
penyakit sendi yang disertai peradangan, mungkin didapatkan penurunan
viskositas, pleositosis ringan sampai sedang, peningkatan ringan sel peradangan
(<8000/m) dan peningkatan protein.
5.
PENATALAKSANAAN PENYAKIT METABOLIK
SENDI
Penatalaksanaan yang dilakukan pada penderita
osteoarthritis bertujuan untuk mencegah atau menahan kerusakan lebih lanjut . Penatalaksanaan
OA berdasarkan atas distribusinya (sendi mana yang terkena dan berat ringannya sendi
yang terkena. Penatalaksanaannya terdiri dari 3 yaitu:
A. Terapi
Non-farmakologis
1. Penerangan
atau edukasi
Maksud dari penerangan adalah agar pasien mengetahui sedikit seluk beluk tentang
penyakitnya ,bagaimana menjaganya agar penyakitnya tidak bertambah parah serta persendiaannya
tetap dapat dipakai.
2. Terapifisik
dan rehabilitasi
Terapi fisik bertujuan
untuk melatih pasien agar persendiaannya tetap dapat dipakai dan melatih pasien
untuk melindungi sendi yang sakit.
3. Penurunan
berat badan
Berat badan yang
berlebihan ternyata merupakan factor yang akan memperberat penyakit OA. Oleh karenanya
berat badan harus selalu dijaga agar tidak berlebihan. Penurunan berat badan dan
sangat membantu dalam meringankan beban yang harus dipikul oleh sendi lutut dan
sendi panggul
B. Terapi
Farmakologis
1. Analgesik
Oral Non Opiat
Analgesic oral non
opiate merupakan obat penghilang nyeri dan sakit non narkotika. Jenis obat ini
banyak beredar dipasaran seperti Paracetamol dan tramadol.
2. Analgesik
Topikal
Analgesic topical Biasanya
digunakan sebelum pasien mencoba menhilangkan nyeri menggunakan obat peroral lainnya
3. Obat
anti Inflamasi Non Steroid (OAINS)
Apa bila dengan cara-cara
diatas tidak berhasil, pada umumnya pasien mulai dating kedokter. Dalam hal ini
seperti ini kita pikirkan untuk pemberian OAINS
Karena obat ini disamping
mempunyai efek analgetik juga mempunyai efek anti
inflamasi.
4. Chondroprotective
Agent
Yang dimaksud dengan chondro
protective Agent adalah obat-
Obatan yang dapat menjaga
atau merangsang perbaikan (repair) tulang rawan sendi pada pasien OA. Sampai saat
ini yang
Termaksud golongan obat
ini adalah: Tetrasiklin, Asam hialuronat, kondroitin sulfat ,glikosa minoglikan,
vitamin-c,superoxide dismutase dansebagainya
C. Terapibedah
Terapi bedah diberikan apabila terapi farmakologis
tidak berhasil yang Bertujuan untuk mengurangi rasa Sakit dan juga untuk melakukan
koreksi apabila terjadi deformitas sendi yang Mengganggu aktivitas sehari-hari.
Penatalaksanaan osteoarthritis
cara pembedahan bertujuan untuk memperbaiki
jaringan penyokong yang rusak atau untuk menggantikan seluruh sendi.Bedah artroskopi
dilakukan untuk membuang partikel-partikel cartilago dengan efisiensi yang sama
bila dengan cara operasi biasa. Bentuk operasi lain yang dipakaia dalah
osteotomy angulasi yaitu untuk kmengobati OA Penggantian sendi panggul dan lutut
secara total telah berhasil mempertahankan fungsi sendi sehingga mendekati fungsi
normal, pada penderita osteoarthritis.
6.
KOMPLIKASI
DAN PROGNOSIS PENYAKIT METABOLIK SENDI
Komplikasi
Komplikasi dapat
terjadi apabila osteoarthiritis tidak ditangani dengan serius. Komplikasi
berupa malfungsi tulang yang signifikan. Penurunan fungsi tulang ini akan
berlanjut terus. Penderita akan berujung
pada kehilangan kemampuan berdiri atau berjalan. Jika engsel tersebut sudah
parah, biasanya dokter akan menyarankan penggantian engsel dengan pembedahan.
Pada beberapa penderita yang tidak bisa melakukan pembedahan akan dilakukan
terapi dan akan diajari cara menggunakan alat tambahan untuk mempermudah
gerakan sehari-hari. Yang terparah adalah terjadinya kelumpuhan.
Komplikasi osteoarthritis
:
1. Osteonekrosis
Adalah tulang yang mati akibat suplai
darah ke tulang berkurang atau terhenti, sehingga memicu terjadinya patahan
pada tulang. Jika terjadi pada tulang didekat sendi, sendi tersebut juga dapat
mati. Osteonekrosis dapat mengenai tulang di bagian manapun, misalnya lutut,
rahang, pergelangan tangan atau bahu namun paling umum pada tulang pinggul.
2. Baker’s
cyst
Adalah pembengkakan yang disebabkan oleh
cairan dari sendi lutut menonjol dibagian belakang lutut. Bagian belakang lutut
disebut juga sebagai daerah poplitea lutut. Baker’s cyst diakibatkan oleh
penumpukan cairan sendi yang terjebak,yang menonjol dari kapsul sendi di
belakang lutut sebagai kantung yang menonjol. Penyebab dari penumpukan cairan
sendi termasuk radang sendi rheumatoid,oeteoarthritis dan terlalu banyak
menggunakan lutut.
3. Satu
penumbuhan yg terlalu cepat pada tulang (osteophyte)
4. Menekan saraf vertebra serviks atau
lumbar (spondylosis)
5. Dapat menyebabkan pemampatan saraf
tunjang (radiculopathy)
6. Disfungsi
saraf tunjang (myelopathy)
Gangguan fungsional dan atau perubahan patologi pada
medulla spinalis sering menunjukkan lesi nonspesifik, dan berlawanan dengan
myelitis(radang).
Prognosis
Umumnya baik.
Sebagian besar nyeri dapat diatasi dengan obat-obat konservatif. Hanya kasus-kasus
berat yang memerlukan operasi. Osteoarthritis biasanya berjalan lambat. Problem
utama yang sering dijumpai adalah nyeri apabila sendi tersebut dipakai dan
meningkatnya ketidakstabilan bila harus menanggung beban, terutama pada lutut.
Masalah ini berarti bahwa orang tersebut harus membiasakan diri dengan cara
hidup yang baru. Cara hidup yang baru ini seringkali meliputi perubahaan pola
makan yang sudah terbentuk seumur hidup dan olahraga, manipulasi obat-obat yang
diberikan, dan pemakaian alat-alat pembantu.
BAB IV
PENUTUP
Kesimpulan
Akhir :
Ibu
Aminah mengalami osteoarthritis karena faktor usia lanjut (degenaratif) pengikisan tulang pada sendi akibat dari
berkurangnya cairan sinovial pada sendi,dan penatalaksanaan yang diberikan pada
ibu aminah yaitu :
·
Terapi
non-farmakologi
·
Terapi
farmakologi
DAFTAR PUSTAKA
1. Evelyn
C. Pearce, 2009, ANATOMI DAN FISIOLOGI UNTUK PARAMEDIS, Jakarta, PT Gramedia
Pustaka Utama
2. Buku
at a glance MEDICINE
3. Buku
ajar gangguan muskuloskeletal, zairin noor helmi,2013
4. Zein
Umar, “Penyakit Metabolik pada sendi”, 2013 (Kuliah Pakar)
5. Perhimpunan
dokter spesialis penyakit dalam Indonesia. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta : InternaPublishing
6. Patrick Davey. 2003. At a Glance Medicine. Erlangga
7. Corwin,
Elizabeth J. 2009. Buku Saku
Patofisiologi Corwin. Jakarta ; EGC\
8. Price
A Sylvia, Wilson m Lorraine. Patofisiologikonsepklinis proses-proses
penyakitedisi 6. EGC. Jakarta :2005
9. Soerosoj
,Isbagio H, dkk. Osteoartririsdalambukuajarilmupenyakitdalamjilid 3 edisi5.
interna publishing. Jakarta :2009
10. Schumacher
HR. Primer on the Rheumatic Disease. Ninth Ed. Arthritis Foundation. Atlanta
GA. 1988.
11. Harry
lsbagio. Penyakit Reutnatik 1, Yayasan Penerbit lDl, Jakarta, 1992.