Sabtu, 29 Juni 2013

TB PARU TERLENGKAP



LAPORAN SKENARIO 1 BLOK 4 SEMESTER 2
KESEHATAN DAN KEDOKTERAN KELUARGA


KELOMPOK V
UNIVERSITAS PRIMA INDONESIA

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI........................................................................................................................... i
KATA PENGANTAR............................................................................................................. ii
Bab I : PENDAHULUAN...................................................................................................... 1
A.    Latar Belakang............................................................................................................. 1
B.     Tujuan Penulisan.......................................................................................................... 1
Bab II : DATA PELAKSANAAN PLENO........................................................................... 2
Bab III : PEMBAHASAN SKENARIO................................................................................ 3
Bab IV : KAJIAN TEORI....................................................................................................... 5
1.      Pendidikan Dokter Indonesia...................................................................................... 5
2.      Strategi/ Metode Pembelajaran Fakultas Kedokteran.................................................. 10
3.      Aktifitas PBL............................................................................................................... 12
4.      Skenario sebagai Pemicu Kemampuan Dasar............................................................... 18
Bab V : KESIMPULAN AKHIR........................................................................................... 20
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................................. 21
                              
                              



KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan karunia-Nya sehingga makalah ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya.
Penulis tak lupa pula mengucapkan terima kasih kepada tutor dan dosen-dosen yang telah membimbing dan mengarahkan kami dalam menyelesaikan makalah ini. Penulis juga berterima kasih kepada rekan-rekan yang telah bekerja sama membantu menyusun makalah ini.
              Makalah ini disusun agar pembaca dapat memperluas ilmu pengetahuannya tentang pentingnya mengetahui Definisi, Etiologi, Epidomologi TBC, faktor resiko dan prediposisi TB paru, penatalaksanaan TBC, dan keterlibatan dokter keluarga, keluarga, masyarakat dan pemerintah dalam penanganan TBC, terutama bagi seorang dokter dalam menjalankan profesinya dengan baik.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, untuk itu penulis mengharapkan kritik serta saran yang membangun demi kesempurnaan makalah ini. Untuk penulis mengucapkan terima kasih.

Medan, 06 Februari 2013

Penulis



BAB I
PENDAHULUAN

A.   Latar Belakang
Sebagai mahasiswa kedokteran yang menjalani proses pendidikan kedokteran di bangku perkuliahan, sudah seharusnya kita mengerti bagaimana sebenarnya pendidikan yang akan dijalaninya.
Makalah ini akan memberikan penjelasan mengenai proses penatalaksanaan TBC, dan keterlibatan dokter keluarga, keluarga, masyarakat dan pemerintah dalam penanganan TBC. khususnya metode dan strategi yang digunakan dalam yang digunakan dalam menangani pasien penderita TBC

B.     Tujuan Penulisan
1.      Tujuan pembelajaran umum :
Mahasiswa mengetahui Definisi, Etiologi, Epidomologi TBC, faktor resiko dan prediposisi TB paru, penatalaksanaan TBC, dan keterlibatan dokter keluarga, keluarga, masyarakat dan pemerintah dalam penanganan TBC sehingga dapat menjalankan profesinya sebagai dokter.

2.      Tujuan pembelajaran khusus :
Setelah mengikuti pelatihan ini mahasiswa mampu :
a.       Mengetahui Definisi, Etiologi, Epidomologi TBC.
b.      Mengetahui faktor resiko dan prediposisi TB paru.
c.       Keterlibatan dokter keluarga, keluarga, masyarakat dan pemerintah dalam penanganan TBC.







BAB II
PEMBAHASAN
Skenario
Skenario 2
Seorang laki-laki usia 23 tahun sudah 4 bulan ini tidak masuk kerja, karena menderita batuk berdahak dan kadang-kadang berdarah, riwayat merokok (+). Pasien pernah berobat ke puskesmas tapi tak makan obat secara teratur. Sekarang pasien pergi ke Rumah Sakit untuk memeriksakan diri atas inisiatif sendiri. Dari pemeriksaan dahak dijumpai BTA (+). Bagaimana anda menasehati agar penyakitnya dapat sembuh dan tidak terjadi komplikasi?

I.         MENGKLARIFIKASI ISTILAH YANG KURANG DIKENAL
1.      BTA                        : Hasil pemeriksaan dahak.
2.      Batuk berdahak       : Suatu peradangan pada bronkus (saluran udara ke paru-paru) yang disertai keluarnya cairan berupa lendir dari dalam mulut.

II.      MENETAPKAN PERMASALAHAN
1.      Seorang laki-laki usia 23 tahun sudah 4 bulan ini tidak masuk kerja, karena menderita batuk berdahak dan kadang-kadang berdarah, riwayat merokok (+).
2.      Pasien pernah berobat ke puskesmas tapi tak makan obat secara teratur.
3.      Pasien pergi ke Rumah Sakit untuk memeriksakan diri atas inisiatif sendiri.
4.      Dari pemeriksaan dahak dijumpai BTA (+).

III.   MENGANALISIS MASALAH
1.      -  Kemungkinan ada gangguan pernapasan.
-   Kemungkinan ada gangguan pada paru-paru.
2.      - Tidak peduli terhadap kesehatan.
-   Keluarga tidak peduli.
-   Pasien tidak sembuh atau semakin parah.

3.      - Sadar akan kesehatan.
-   Penyakitnya semakin parah.
-   Untuk pemeriksaan lebih lanjut
4.      – Kemungkinan menderita TBC.

IV.   MENARIK KESIMPULAN LANGKAH
Seorang laki-laki umur 23 tahun diduga menderita TBC

V.      MENENTUKAN TUJUAN BELAJAR
1.      Definisi, Etiologi, dan Epidomologi TBC.
2.      Mengetahui faktor resiko dan prediposisi TB paru.
3.      Penatalaksanaan TBC.
4.      Keterlibatan dokter keluarga dalam penanganan pasien TBC
5.      Peran keluarga, masyarakat dan pemerintah dalam penanganan TBC.











BAB III
KAJIAN TEORI
1.   DEFINISI, EPIDEMIOLOGI DAN ETIOLOGI TB
A.    Definisi Tuberculosis
Tuberculosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman (Mycobacterium Tuberculosis). Sebagian besar kuman TB menyerang paru tetapi dapat juga mengenai organ tubuh lainnya.
Tuberculosis merupakan penyakit infeksi bakteri menahun yang disebabkan oleh Mycobakterium tuberculosis yang ditandai dengan pembentukan granuloma pada jaringan yang terinfeksi.

B.     Epidemiologi Tuberculosis
Walaupun pengobatan TB yang efektif sudah tersedia tapi sampai saat ini TB masih tetap menjadi problem kesehatan dunia yang utama. Pada bulan maret 1993 WHO mendeklarasikan TB sebagai global health emergency.
 Sebagian besar dari kasus TB ini (95%) dan kematiannya (98%) terjadi di negara-negara yang sedang berkembang. Indonesia adalah negara dengan prevalensi TB ke-3 tertinggi di dunia setelah China dan India. Sedangkan berdasarkan umur, terlihat angka insidensi TB secara perlahan bergerak ke arah kelompok umur tua (dengan puncak pada 55-64 tahun), meskipun saat ini sebagian besar kasus masih terjadi pada kelompok umur 15-64 tahun
Berdasarkan survey kesehatan rumah tangga 1985 dan survey kesehatan nasional 2001, TB menempati ranking nomor 3 sebagai penyebab kematian tertinggi diindonesia. Prevalensi nasional terakhir TB paru diperkirakan 0,24%. Sampai sekarang angka kejadian TB di Indonesia terlepas dari angka pandemi infeksi HIV karena masih relative rendahnya infeksi HIV, tapi hal ini mungkin akan berubah dimasa datang melihat semakin meningkatnua laporan infeksi HIV dari tahun ketahun.



C.    Etiologi Tuberculosis
 Proses terjadinya infeksi M. tuberculosis biasanya secara inhalasi, sehingga TB paru merupakan manifestasi klinis yang paling sering dibanding organ lainnya. Penularan penyakit ini sebagian besar melalui inhalasi basil yang mengandung droplet nuclei, khususnya yang didapat dari pasien TB paru dengan batuk berdarah atau berdahak yang mengandung BTA.
Penyebab TB adalah Mycobacterium tuberculosis, sejenis kuman berbentuk batang dengan ukuran panjang 1-4 μm dan tebal 0,3-0,6 μm. Sebagian besar dinding kuman terdiri atas asam lemak (lipid), peptidoglikan, dan arabinomannan. Lipid inilah yang membuat kuman lebih tahan terhadap asam   (asam alkohol) sehinga disebut bakteri tahan asam (BTA) dan dia juga lebih tahan tehadap gangguan kimia dan fisis. Hal ini terjadi karena kuman berada dalam sifat dormant. Dari sifat dormant ini kuman dapat bangkit lagi dan menjadikan penyakit TB menjadi aktif lagi.








3.PENATALAKSANAAN TUBERKULOSIS 
Tujuan dari pengobatan Tuberkulosis adalah untuk menyembuhkan penderita,mencegah kematian, mencegah kekambuhan dan menurunkan tingkat penularan. Jenis dan Dosis OAT adalah :
a)    Isoniasid ( H )
Dikenal dengan INH, bersifat bacterisida, dapat membunuh 90% populasi kuman dalam beberapa hari pertama pengobatan. Obat ini sangat efektif terhadap kuman dalam keadaanmetabolik aktif, yaitu kuman yang sedang berkembang. Dosis harian yang dianjurkan 5 mg/kgBB, sedangkan untuk pengobatan intermiten 3 kali seminggu dengan dosis 10 mg/ kg BB.

b)   Rifampisin ( R )
Bersifat bakterisida, dapat membunuh kuman semi-dormant yang tidak dapat dibunuholeh isoniasid. Dosis 10 mg/kg BB diberikan sama untuk pengobatan harian maupun intermiten3 kali seminggu.

c)    Pirazinamid ( Z )
Bersifat bakterisida, dapat membunuh kuman yang berada dalam sel dengan suasanaasam. Dosis harian yang dianjurkan 25 mg/kg BB, sedangkan untuk pengobatan intermiten 3kali seminggu diberikan dengan dosis 35 mg/kg BB.

d)   Streptomisin ( S )
Bersifat bakterisida, dosis yang dianjurkan 15 mg/kg BB sedangkan untuk pengobatanintermiten 3 kali seminggu digunakan dosis yang sama. Penderita yang berumur sampai 60tahun dosisnya 0,75 gr/hari, sedangkan untuk berumur 60 tahun atau lebih diberikan 0,50gr/hari.

e)    Etambutol ( E )
Bersifat sebagai bakteriostatik. Dosis harian yang dianjurkan 15 mg/kg BB sedangkan untuk pengobatan intermiten 3 kali seminggu digunakan dosis 30 mg/kg BB.
Saat ini pengobatan dalam program pemberantasan tuberculosis paru, menggunakan paduan Obat Anti Tuberkulosis (OAT) jangka pendek selama 6 bulan yang terdiri dari Isoniazid (H), rifampisin (R), pirazinamitte (Z), streptomycin (S), dan ethambutol (E). Di Indonesia paduan OAT yang disediakan oleh program ada 3 macam yaitu kategori-1, kategori-2, kategori-3 dan sisipan (HRZE), obat ini diberikan pada penderita secara gratis. Untuk memudahkan pemberian dan menjamin kelangsungan pengobatan, obat disediakan dalam bentuk blister kombipak, satu paket untuk satu penderita dalam satu masa pengobatan. Kategori pengobatan terdiri atas 2 tahap pemberian yaitu fase awal intensif dan fase lanjutan berkala.
Pada fase awal penderita minum obat setiap hari dengan pengawasan penuh, sedangkan fase intermitten penderita minum obat 3 kali seminggu.
Ø Kategori-1 (2HRZE/4H3R3)
Kategori ini untuk pasien TBC baru. Paduan ini terdiri atas 2 bulan fase awal intensif dengan Isoniasid (H), Rifampisin (R), Pirazinamid (Z), Etambutol (E) diminum setiap hari diteruskan dengan fase lanjutan atau intermitten selama 4 bulan dengan Isoniasid (H), Rifampisin (R) 3 kali seminggu. Kategori-1 (2HRZE/4H3R3) diberikan untuk :
a.       Penderita baru BTA positif
b.      Penderita baru BTA negative/Rontgen positif yang sakit berat dan ekstra paru berat, yang belum pernah menelan OAT atau kalau kurang dari 1 bulan. Yang dimaksud dengan “sakit berat” adalah tuberculosis paru BTA negative yang mengenai jaringan parenkim yangb luas.

Ø Kategori-2 (2HRZES/HRZE/5H3R3E3)
Kategori ini untuk pasien ulangan (pasien yang pengobatan kategori I-nya gagal atau pasien yang kambuh). Paduan ini terdiri dari 2 bulan fase awal intensif dengan Isoniasid (H), Rifampisin (R), Pirazinamid (Z), Etambutol (E) diminum setiap hari, dan setiap kali selesai minum obat langsung diberikan suntikan Streptomisin disarana pelayanan kesehatan yang terdekat dengan rumah penderita. Kemudian 1 bulan lagi dengan Isoniasid (H), Rifampisin (R), Pirazinamid (Z), Etambutol (E) diminum setiap hari tanpa suntikan. Setelah itu diteruskan dengan fase lanjutan atau intermitten selama 5 bulan dengan HRE diminum secara intermitten atau selang sehari atau 3 kali seminggu. Kategori-2 (2HRZES/HRZE/5H3R3E3) ini diberikan pada penderita BTA positif yang sudah pernah makan OAT selama lebih sebulan. Termasuk kelompok yang mendapat obat kategori-2 ini ialah penderita kambuh (relaps) BTA positif, gagal (failure)BTA positif, dan lain-lain.

Ø Kategori-3 (2HRZ/4H3R3)
Kategori ini untuk pasien baru dengan BTA (-), Ro (+). Paduan ini terdiri 2 bulan fase awal intensif dengan HRZ diminum setiap hari kemudian diteruskan dengan fase lanjutan atau intermitten selama 4 bulan dengan HR diminum 3 kali seminggu. Kategori-3 (2HRZ/4H3R3) untuk penderita baru BTA negatif/rontgen positif, penderita ekstra paru ringan.

Ø OAT sisipan (HRZE)
Digunakan sebagai tambahan apabila pada pemeriksaan akhir tahap intensif dari pengobatan dengan kategori I atau kategori II ditemukan BTA (+). Obat diminum sekaligus 1 jam sebelum makan pagi. Bila pemberian pengobatan kategori-1 dan kategori-2 pada akhir fase awal/intensif masih BTA positif, diberikan obat sisipan selama 1 bulan setiap hari. Kesembuhan penderita setelah menjalankan pengobatan dapat ditentukan berdasarkan 3 kriteria yang saling terkait seperti :
a.       Harus terjadi konversi pemeriksaan mikroskopis pulasan dahak yaitu dari hasil positif (BTA +) menjadi (BTA -) pada akhir pengobatan.
b.      Masa pengobatan intensif dan intermitten harus telah diikuti dengan lengkap sesuai dengan jadwal pengobatan yang ada.
c.       Ada pencatatan yang lengkap seperti tersebut pada poin a dan b.
Kategori I
a.       Tahap permulaan diberikan setiap hari selama 2 bulan (2HRZE)
·         INH                             : 300 mg – 1 tablet
·         Rifampisin (R)            : 450 mg – 1 kaplet
·         Pirazinamid (Z)           : 1500 mg – 3 kaplet @ 500 mg
·         Etambutol (E)             : 750 mg – 3 kaplet @ 250 mg
Obat tersebut diminum setiap hari secara intensif sebanyak 60 kali.
Regimen ini disebut KOMBIPAK II.
b.      Tahap lanjutan diberikan 3 kali dalam seminggu selama 4 bulan (4H3R3):
v  INH                             : 600 mg – 2 tablet @ 300 mg
v  Rifampisin (R)            : 450 mg – 1 kaplet
Obat tersebut diminum 3 kali dalam seminggu (intermitten) sebanyak 54 kali.
Regimen ini disebut KOMBIPAK III.
Tindak Lanjut Pengobatan
KATEGORI
WAKTU
HASIL BTA
RENCANA TINDAK LANJUT
I
Akhir tahap intensif
Negatif
Diteruskan ke tahap lanjutan
Positif
Terapkan sisipan selama 1 bulan. Jika hasil pemeriksaan dahak masih (+) maka diteruskan ke tahap lanjutan
Sebulan sebelum akhir/ akhir pengobatan
2 kali pemeriksaan: negatif
Sembuh
Positif
Pengobatan gagal, ganti ke kategori II
II
Akhir tahap intensif
Negatif
Teruskan ke tahap lanjutan
Positif
Terapkan sisipan selama 1 bulan. Jika hasil pemeriksaan dahak masih (+) maka diteruskan ke tahap lanjutan
Sebulan sebelum akhir/ akhir pengobatan
2 kali pemeriksaan: negatif
Sembuh
Positif
Pengobatan gagal, pasien kronis dirujuk ke spesialis atau mengonsumsi INH seumur hidup
III
Akhir tahap intensif
Negatif
Teruskan ke tahap lanjutan
Positif
Pengobatan diganti dengan kategori II
Ø PROGRAM PEMBERANTASAN TUBERKULOSIS
Program pemberantasan tuberkulosis paru yang dilakukan sampai sekarang adalah :
a.       Vaksinasi BCG.
b.      Penemuan kasus secara pasif dan aktif.
c.       Pengobatan dan pengobatan ulang terhadap penderita tuberculosis.
d.      Penyuluhan kesehatan.
e.       Evaluasi program.
Program penanggulangan TBC secara nasional mengacu pada strategi DOTS (directly observed treatment shortcourse) yang direkomendasikan oleh WHO, dan terbukti dapat memutus rantai penularan TBC. Terdapat lima komponen utama strategi DOTS:
1.      Komitmen politis dari para pengambil keputusan, termasuk dukungan dana.
2.      Diagnosis ditegakkan dengan pemeriksaan mikroskopik BTA dalam dahak.
3.      Terjaminnya persediaan obat antituberkulosis (OAT).
4.      Pengobatan dengan paduan OAT jangka pendek dengan pengawasan langsung oleh pengawas minum obat (PMO).
5.      Pencatatan dan pelaporan secara baku untuk memantau dan mengevaluasi program penanggulangan TBC.
Untuk menekan dan menurunkan jumlah penderita tuberculosis paru, Depkes pada tahun 1999 membentuk Gerakan Terpadu Nasional Penanggulangan Tuberkulosis paru (Gerdunas-TB). Hal ini dilakukan mengingat keterbatasan sentral unit penyelengaraan program di departemen kesehatan yang demikian kecilnya, maka menteri kesehatan memutuskan untuk melaksanakan Gerdunas-TB.
Gerakan Terpadu Nasional Penanggulangan Tuberkulosis adalah suatu gerakan yang terpadu dan menyeluruh meliputi seluruh pihak di lingkungan masyarakat baik swasta maupun pemerintah. Gerakan ini merupakan upaya untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat melalui peningkatan kesadaran sehat, serta peningkatan mutu pelayanan guna tercapainya Indonesia sehat tahun 2010.

Ø PENGAWAS MENELAN OBAT (PMO)
Pengawas Menelan Obat (PMO) sudah lama dikenal di Indonesia. Pada waktu itu namanya bukan PMO tapi case holding. Penderita tuberculosis dirawat di Sanatorium selama beberapa bulan bahkan sampai 1-2 tahun, ternyata angka kesembuhan tanpa PMO rendah sekali dan terdapat resisten obat.
a.       Persyaratan PMO
1.      Dipercaya penderita
2.      Dekat dengan rumah penderita dalam dasawisma.
3.      Bersedia melaksanakan tugas PMO.
4.      Lebih mengutamakan amal dalam menolong kesembuhan penderita.

b.      Tugas-tugas PMO
1.      Mengenal tanda-tanda tersangka tuberculosis.
2.      Mengawasi penderita menelan obat setiap hari.
3.      Mengambilkan obat bagi penderita sekali seminggu.
4.      Mengingatkan penderita untuk periksa ulang dahak bulan 2, 5 dan 6.
5.      Memberikan penyuluhan pada penderita dan keluarga.
6.      Memberitahukan adanya suspek pada keluarga penderita.
7.      Merujuk kalau ada gejala samping obat.

c.       Bahan pelatihan PMO
1.      Bagaimana menelan obat setiap hari secara teratur sampai selesai.
2.      Cara-cara menelan obat.
3.      Cara-cara mengeluarkan dahak untuk periksa ulang.
4.      Buku kader.
5.      Poster.

d.      Jaminan menelan obat
1.      Jika rumah penderita dekat dengan rumah sakit, klinik, puskesmas dan dating setiap hari, maka PMOnya petugas kesehatan.
2.      Jika rumah penderita jauh dari rumah sakit, klinikm puskesmas dalam arti kata jaraknya jauh atau tidak dapat membagi dana untuk biaya transportasi setiap hari atau karena harus bekerja ditempat yang jauh misalnya diladang, dipabrik, ditempat usaha atau tempat kerja lain yang jauh dari rumah atau dari rumah sakit, klinik, puskesmas, maka PMOnya dipilih orang yang dekat dengan penderita untuk mencek menelan obat setiap hari.

Ø PENCEGAHAN TUBERKULOSIS
1.   Upaya Promotif.                                                                             .
Peningkatan pengetahuan tentang penanggulangan TBC  melalui pendidikan & pelatihan petugas pemberi pelayanan kesehatan, penyuluhan, penyebarluasan informasi, peningkatan kebugaran jasmani, peningkatan kepuasan kerja, peningkatan gizi.
2.   Upaya preventif.                                                        .
Adalah upaya untuk mencegah timbulnya penyakit atau kondisi yang memperberat penyakit TBC misalnya pemberian OAT.
3.   Pencegahan Primer.                                                                                       .
Pencegahan primer merupakan upaya yang dilaksanakan untuk mencegah timbulnya penyakit pada populasi yang sehat contohnya ialah vaksinasi BCG
4.   Pencegahan Sekunder.                                                                .
Pencegahan sekunder adalan upaya untuk menemukan penyakit TBC sedini mungkin mencegah meluasnya penyakit, mengurangi bertambah beratnya penyakit, diantaranya:
·         Pengawasan dan penyuluhan untuk mendorong pasien TBC bertahan pada pengbatan.
·         Pengamatan langsung mengenai perawatan pasien TBC di tempat kerja
·         Case-finding secara aktif, mencakup identifikasi TBC pada orang yang dicurigai dan rujukan pemeriksaan dahak dengan mikroskopis secara berkala.
·         Membuat “Peta TBC”, sehingga ada gambaran lokasi tempat kerja yang perlu prioritas penanggulangan TBC bagi pekerja
·         Pengelolaan logistik
5.   Upaya kuratif dan rehabilitatif.                                                                 .
Adalah upaya pengobatan penyakit TBC yang bertujuan untuk menyembuhkan penderita, mencegah kematian, mencegah kekambuhan dan menurunkan tingkat penularan.
     Obat TBC diberikan dalam bentuk kombinasi dari beberapa jenis, dalam jumlah cukup dan dosis yang tepat selama 6-8 bulan dengan menggunakan OAT standar yang direkomendasikan oleh WHO dan IUATLD (International Union Against Tuberculosis and Lung Disease). Pelaksanaan minum obat & kemajuan hasil pengobatan harus dipantau. Agar terlaksananya program penanggulangan TBC ditempat kerja perlu adanya komitmen dari pimpinan perusahaan /tempat kerja dan kerjasama dengan semua pihak terkait untuk melaksanakan Program Penanggulangan TBC didukung dengan ketersediaan dana, sarana dan tenaga yang professional. Keberhasilan pengobatan TBC tergantung dari kepatuhan penderita untuk minum OAT yang teratur. Dalam hal ini, PMO di tempat kerja akan sangat membantu kesuksesan Penanggulangan TBC di tempat kerja.
Pencegahan TBC harus dilakukan ketika salah seorang dari kerabat kita ada yang tertular penyakit TBC. Karena penyakit TBC merupakan salah satu penyakit menular yang bisa ditularkan melalui dahak penderita TBC. Selain itu makanan yang mengandung kuman TBC juga bisa menjadi penyebab menyebarkan penyakit TBC.
Pencegahan TBC terkadang menjadi langkah yang dilupakan oleh sebagian orang. Jika seseorang memiliki tes positif untuk infeksi laten TBC, dokter mungkin menyarankan untuk mengkonsumsi obat untuk mengurangi resiko terkena TBC aktif. Satu-satunya jenis TBC yang menular adalah varietas aktif, saat itu mempengaruhi paru-paru. Jadi, jika dapat mencegah TBC dari menjadi aktif, penderita tersebut tidak akan mengirimkan TBC ke orang lain.



Ø PENCEGAHAN TBC DENGAN MELINDUNGI DIRI DAN ORANG LAIN.
Jika seseorang memiliki TBC aktif, hal pertama yang perlu dicatat adalah menjaga kuman dari diri sendiri. Hal ini biasanya memakan waktu beberapa minggu pengobatan dengan obat TBC sebelum tidak menular lagi. Ikuti tips ini untuk membantu menjaga dan pencegahan penyakit TBC kepada teman dan keluarga dari infeksi bakteri:
·    Tinggal di rumah. Jangan pergi kerja atau sekolah atau tidur di kamar dengan orang lain selama beberapa minggu pertama pengobatan untuk TBC aktif.
·    Ventilasi ruangan. Kuman TBC menyebar lebih mudah dalam ruang tertutup kecil di mana udara tidak bergerak. Jika ventilasi ruangan masih kurang, membuka jendela dan menggunakan kipas untuk meniup udara dalam ruangan luar.
·    Tutup mulut menggunakan masker. Gunakan masker untuk menutup mulut kapan saja ketika di diagnosis TBC merupakan langkah pencegahan TBC secara efektif. Jangan lupa untuk membuangnya secara tepat.
·    Meludah hendaknya pada tempat tertentu yang sudah diberi desinfektan (air sabun).
·    Imunisasi BCG diberikan pada bayi berumur 3-14 bulan.
·    Menghindari udara dingin.
·    Mengusahakan sinar matahari dan udara segar masuk secukupnya ke dalam tempat tidur.
·    Menjemur kasur, bantal,dan tempat tidur terutama pagi hari.
·    Semua barang yang digunakan penderita harus terpisah begitu juga mencucinya dan tidak boleh digunakan oleh orang lain.
·    Makanan harus tinggi karbohidrat dan tinggi protein.
Selain pencegahan TBC, menyelesaikan seluruh terapi obat sangat baik untuk melawan infeksi sehingga lebih cepat sembuh. Ini adalah langkah yang paling penting yang dapat diambil untuk melindungi diri sendiri dan orang lain dari tbc. Bila penderita menghentikan pengobatan dini atau melewatkan dosis, bakteri tbc memiliki kesempatan untuk mengembangkan mutasi yang memungkinkan mereka untuk bertahan hidup bahkan jika diberi obat tbc yang paling kuat sekalipun. Strain yang resistan terhadap obat yang dihasilkan jauh lebih mematikan dan sulit diobati.
4. KETERLIBATAN DOKTER KELUARGA DENGAN PASIENNYA

Untuk memberikan pelayanan yang komphrensif, sebagai dokter keluarga kita akan memandang masalah pasien dalam konteks sosialnya juga, dan keterlibatan dokter keluarga sangat bervariasi.
Setiap dokter keluarga harus memutuskan sejauh mana keterlibatannya dengan  keluarga pasien. Ada 5 tipe atau tingkatan dari keterlibatan dokter dalam menangani pasiennya, yaitu:

1.  Keterlibatan Minimal dalam Keluarga (Minimal Emphasis on Family)
Dasar pemikiran dokter adalah komunikasi dengan keluarga pasien hanya untuk praktek atau keperluan legal medis aja. Perilaku dokter adalah, bertemu dengan keluarga pasien hanya untuk mendiskusikan masalah-masalah medis saja.

2.  Informasi Medis dan Nasehat (Medical Information and Advice)
Dasar pemikiran dokter adalah bahwa keluarga itu penting dalam diagnosa dan membuat keputusan pengobatan pasien, keterbukaan perlu untuk melibatkan keluarga.

3.  Perasaan dan Dukungan (Feelings and Support)
Dasar pemikiran dokter adalah perasaan dan dukungan dan timbal  balik antara pasien. Keluarga dan dokter sangat penting dalam diagnosa dan pengobatan pasien.

4.  Penilaian dan Intervensi (Assessment and Intervention)
Dasar pemikiran dokter adalah sistem keluarga, dinamika keluarga, dan perkembangan keluarga penting dalam diagnosa dan pengobatan pasien. Perilaku dokter adalah bertemu dengan keluarga dan membantu mereka untuk merubah peran dan interaksi satu sama lain agar lebih efektif dengan menghadapai masalah penyakit dan pengobatan pasien.

5. Terapi Keluarga (Family Therapy)
Dasar pemikiran dokter adalah dinamika keluarga dan kesehatan pasien saling mempengaruhi satu sama lainnya dan pola ini perlu dirubah. Perilaku dokter adalah bertemu secara teratur dengan keluarga pasien dan berusaha merubah dinamika keluarga peraturan-peraturan yang tak tertulis dalam keluarga tersebut yang berhubungan dengan perkembangan fisik dan mental pasien.







Tugas Dokter Keluarga dalam penangan TBC, meliputi :

1.        Menguasai dan mampu menerapkan konsep operasional kedokteran keluarga,
2.        Menguasai pengetahuan dan mampu menerapkan ketrampilan klinik dalam penangan pasien TBC.
3.        Menyelenggarakan pelayanan primer secara menyeluruh, dan bermutu untuk pelayanan spesialistik yang diperlukan bagi penderita TBC.
4.        .Mendiagnosis secara cepat dan memberikan terapi secara cepat dan tepat.
5.        Memberikan pelayanan kedokteran secara aktif  kepada pasien.
6.        Membina keluarga pasien untuk berpartisipasi dalam upaya peningkatan taraf  kesehatan,  pencegahan penyakit, pengobatan dan rehabilitasi pada pasien penderita TBC.
7.        Melakukan tindakan tahap awal kasus berat agar siap dikirim ke rumah sakit.
8.        Tetap bertanggung-jawab atas pasien yang dirujukan ke Dokter Spesialis atau dirawat di RS.
9.        Memantau pasien yang telah dirujuk atau di konsultasikan.
10.    Bertindak sebagai mitra, penasihat dan konsultan bagi pasiennya.
11.    Mengkoordinasikan pelayanan yang diperlukan untuk kepentingan pasien TBC.
12.    Menyelenggarakan rekam Medis yang memenuhi standar.
13.    Memberikan masukan untuk keperluan pasien rawat inap pada pasien TBC jika dibutuhkan.








5.     PERAN KELUARGA, MASYARAKAT, PEMERINTAH DALAM PENANGANAN TBC.
1.      Peran Keluarga Dalam Penanganan TBC
      Diketahui bahwa salah satu masalah mendasar dalam penanggulangan TBC adalah peran keluarga, antara lain :    
a)      Pemahaman keluarga tentang pencegahan dan penularannya
b)      Dukungan terhadap pengawasan pengobatan penderita. Keluarga sebagai pengawas minum obat (PMO). Pengawasan secara langsung penderita TB agar menelan obat secara teratur sampai selesai pengobatan
c)      Memotivasi penderita agar mau berobat secara teratur hingga selesai
d)     Mengingatkan penderita untuk  periksa ulang dahak pada waktu – waktu yang telah ditentukan
e)      Membantu membersihkan alat – alat makan dan minum penderita
f)       Dukungan dan pemahaman terhadap pemanfaatan pelayanan kesehatan. Mengantar penderita ke petugas kesehatan terdekat atau puskesmas/RS untuk mendapatkan pemeriksaan dan pengobatan
g)      Mengenali efek samping ringan obat
      Dalam pemberantasan Tuberkulosis,  keluarga diharapkan bukan hanya berperan dalam pengawasan  minum obat  penderita  saja, tetapi juga berperan dalam mengajarkan  hidup sehat dan menganjurkan ke pelayanan kesehatan. Keluarga yang merupakan elemen masyarakat mempunyai peranan penting dalam penanggulangannya. Dukungan lingkungan sosial dan keluarga diharapkan mampu meningkatkan temuan kasus dan membantu kesembuhan penderita dalam pengobatan (Lembaga Koalisi untuk Indonesia Sehat, 2006). 


2.   Peran Masyarakat Dalam Penanganan TBC
      Pihak yang bergerak di masyarakat memberikan penyuluhan tentang TB dari gejala-gejala normal yang dialami, seperti batuk selama dua-tiga minggu. Penyuluhan dilakukan melalui anggota PPTI. Mereka melakukan penyuluhan ke masyarakat dan aktif mencari masyarakat yang terkena gejala TB lalu melaporkannya ke PPTI dan ditindaklanjuti dengan pengobatan.
a)      ikut serta dalam program penyuluhan tuberculosis. Tujuan dari penyuluhan ini adalah Menambah wawasan/pengetahuan tentang penyakit TBC. Meningkatkan kesadaran, kemauan dan peran serta masyarakat dalam penanggulangan TBC.
b)      mengenali tanda – tanda penyakit tuberculosis.
c)      mencari masyarakat yang memiliki gejala TB.

3.      Peran Pemerintah Dalam Penanganan TBC
a)      menerapkan strategi pengobatan jangka pendek dengan pengawasan langsung (DOTS). Strategi DOTS (Directly Observed Treatment Shortcourse) yang terdiri dari lima komponen, yaitu:
Ø  Komitmen pemerintah untuk mempertahankan kontrol terhadap TB, dengan pendanaan yang meningkat dan berkesinambungan.
Ø  Penemuan kasus melalui pemeriksaan dahak mikroskopik yang terjamin mutunya.
Ø  Tatalaksana pengobatan standar, pengobatan teratur selama 6-8 bulan, melalui supervisi dan pengawasan.
Ø  Sistem manajemen logistik obat yang bermutu dan efektif, ketersediaan obat TB yang rutin dan tidak terputus.
Ø  Sistem laporan untuk monitoring dan evaluasi, termasuk penilaian dampak dan kinerja program.
b)      penyediaan obat anti TB.
c)      pengobatan OAT dengan pengawasan.
d)     pencatatan dan pelaporan kasus dengan teratur lengkap dan benar.
e)      mengadakan penyuluhan.
f)       menyediakan sarana pemeriksaan dan pengobatan TB di seluruh Indonesia.
g)      membiayai pengobatan TB di fasilitas kesehatan pemerintah.


BAB IV
PENUTUP
Kesimpulan Akhir :
Dokter menyampaikan informasi kepada keluarga pasien untuk memberikan perhatian lebih kepada pasien.Selalu mengawasi dan menjaga pasien bila akan mengkonsumsi obat. Dalam hal ini, keluarga diharapkan mampu mengawasi pasien bila mengkonsumsi obat, memberikan makan bergizi, serta menjauhkan anggota keluarga dari kontak langsung dengan pasien, Sehingga proses penyembuhan pasien tidak terganggu. Masyarakat juga diharapkan untuk turut berperan aktif melaporkan berbagai hal kejadian-kejadian penyakit serupa dilingkungan tersebut, kepada aparat pemerintah setempat. Sehingga pemerintah dapat mengambil tindakan untuk penanggulangan penyakit tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
2.      http://agungswastika.wordpress.com/program-penaggulangan-pasien-tbc/
3.      Kuliah Pakar Prof. Dr. Nerseri Barus, MPH
4.      Arsyad, Ardi. Skripsi FKM USU, 2003.
5.      Widoyono, 2008. Penyakit Tropis : Epidemiologi, Penularan, Pencegahan & Pemberantasannya. Erlangga Medical Series.
6.      http://www.scribd.com/doc/85195667/ Penatalaksanaan-Tbc
7.      Soedarto, 1990. Penyakit-penyakit infeksi diindonesia, Widya Medika, Jakarta.
8.      Sudoyo W. Aru, Setyohadi Bambang, dkk; Tuberculosis Paru; Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam; Jilid III edisi ke-V,  Jakarta-2009.
10.  Depkes RI. 2005. “Tuberkulosis” http://www.ppmplp.depkes.go.id/catalogcdc/
11.  kamus_detail_klik.asp?abjad=T&id=2005111810220104830757&count=14&page=1(diakses Mei 2006).


0 Komentar:

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda