TB PARU TERLENGKAP
LAPORAN SKENARIO
1 BLOK 4 SEMESTER 2
KESEHATAN DAN KEDOKTERAN KELUARGA
KELOMPOK V
UNIVERSITAS PRIMA INDONESIA
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI........................................................................................................................... i
KATA PENGANTAR.............................................................................................................
ii
Bab I :
PENDAHULUAN......................................................................................................
1
A. Latar Belakang.............................................................................................................
1
B. Tujuan Penulisan..........................................................................................................
1
Bab II : DATA
PELAKSANAAN PLENO...........................................................................
2
Bab III :
PEMBAHASAN SKENARIO................................................................................
3
Bab IV : KAJIAN
TEORI.......................................................................................................
5
1. Pendidikan
Dokter Indonesia......................................................................................
5
2. Strategi/ Metode
Pembelajaran Fakultas Kedokteran..................................................
10
3. Aktifitas PBL...............................................................................................................
12
4. Skenario sebagai
Pemicu Kemampuan Dasar...............................................................
18
Bab V :
KESIMPULAN AKHIR...........................................................................................
20
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................................
21
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang
Maha Esa atas berkat dan karunia-Nya sehingga makalah ini dapat diselesaikan
tepat pada waktunya.
Penulis tak lupa pula mengucapkan terima kasih kepada
tutor dan dosen-dosen yang telah membimbing dan mengarahkan kami dalam
menyelesaikan makalah ini. Penulis juga berterima kasih kepada rekan-rekan yang
telah bekerja sama membantu menyusun makalah ini.
Makalah
ini disusun agar pembaca dapat memperluas ilmu pengetahuannya tentang
pentingnya mengetahui Definisi, Etiologi, Epidomologi TBC, faktor resiko dan
prediposisi TB paru, penatalaksanaan TBC, dan keterlibatan dokter keluarga,
keluarga, masyarakat dan pemerintah dalam penanganan TBC, terutama bagi seorang
dokter dalam menjalankan profesinya dengan baik.
Penulis
menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, untuk itu penulis
mengharapkan kritik serta saran yang membangun demi kesempurnaan makalah ini.
Untuk penulis mengucapkan terima kasih.
Medan, 06 Februari 2013
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sebagai mahasiswa kedokteran
yang menjalani proses pendidikan kedokteran di bangku perkuliahan, sudah
seharusnya kita mengerti bagaimana sebenarnya pendidikan yang akan dijalaninya.
Makalah ini akan memberikan
penjelasan mengenai proses penatalaksanaan
TBC, dan keterlibatan dokter keluarga, keluarga, masyarakat dan pemerintah
dalam penanganan TBC. khususnya metode dan strategi yang digunakan dalam yang digunakan dalam menangani pasien penderita TBC
B.
Tujuan
Penulisan
1.
Tujuan pembelajaran umum :
Mahasiswa mengetahui Definisi, Etiologi, Epidomologi
TBC, faktor resiko dan prediposisi TB paru, penatalaksanaan TBC, dan
keterlibatan dokter keluarga, keluarga, masyarakat dan pemerintah dalam
penanganan TBC sehingga dapat menjalankan profesinya sebagai dokter.
2.
Tujuan pembelajaran khusus :
Setelah mengikuti pelatihan ini mahasiswa mampu :
a. Mengetahui Definisi, Etiologi, Epidomologi TBC.
b. Mengetahui faktor resiko dan prediposisi TB paru.
c. Keterlibatan dokter keluarga, keluarga, masyarakat
dan pemerintah dalam penanganan TBC.
BAB II
PEMBAHASAN
Skenario
Skenario 2
Seorang laki-laki usia 23 tahun sudah 4 bulan ini
tidak masuk kerja, karena menderita batuk berdahak dan kadang-kadang berdarah,
riwayat merokok (+). Pasien pernah berobat ke puskesmas tapi tak makan obat
secara teratur. Sekarang pasien pergi ke Rumah Sakit untuk memeriksakan diri
atas inisiatif sendiri. Dari pemeriksaan dahak dijumpai BTA (+). Bagaimana anda
menasehati agar penyakitnya dapat sembuh dan tidak terjadi komplikasi?
I.
MENGKLARIFIKASI ISTILAH YANG KURANG DIKENAL
1.
BTA : Hasil pemeriksaan
dahak.
2.
Batuk berdahak : Suatu peradangan pada bronkus (saluran
udara ke paru-paru) yang disertai keluarnya cairan berupa lendir dari dalam
mulut.
II.
MENETAPKAN PERMASALAHAN
1. Seorang laki-laki usia 23 tahun sudah 4 bulan ini
tidak masuk kerja, karena menderita batuk berdahak dan kadang-kadang berdarah,
riwayat merokok (+).
2. Pasien pernah berobat ke puskesmas tapi tak makan
obat secara teratur.
3. Pasien pergi ke Rumah Sakit untuk memeriksakan diri
atas inisiatif sendiri.
4. Dari pemeriksaan dahak dijumpai BTA (+).
III.
MENGANALISIS MASALAH
1.
- Kemungkinan ada gangguan pernapasan.
- Kemungkinan ada gangguan pada paru-paru.
2.
- Tidak peduli
terhadap kesehatan.
-
Keluarga tidak
peduli.
-
Pasien tidak
sembuh atau semakin parah.
3.
- Sadar akan
kesehatan.
-
Penyakitnya
semakin parah.
-
Untuk
pemeriksaan lebih lanjut
4.
– Kemungkinan
menderita TBC.
IV.
MENARIK KESIMPULAN LANGKAH
Seorang
laki-laki umur 23 tahun diduga menderita TBC
V.
MENENTUKAN TUJUAN BELAJAR
1.
Definisi,
Etiologi, dan Epidomologi TBC.
2.
Mengetahui
faktor resiko dan prediposisi TB paru.
3.
Penatalaksanaan
TBC.
4.
Keterlibatan
dokter keluarga dalam penanganan pasien TBC
5.
Peran keluarga,
masyarakat dan pemerintah dalam penanganan TBC.
BAB III
KAJIAN TEORI
1.
DEFINISI, EPIDEMIOLOGI DAN ETIOLOGI TB
A.
Definisi
Tuberculosis
Tuberculosis adalah penyakit menular langsung yang
disebabkan oleh kuman (Mycobacterium Tuberculosis). Sebagian besar kuman TB
menyerang paru tetapi dapat juga mengenai organ tubuh lainnya.
Tuberculosis merupakan penyakit infeksi bakteri
menahun yang disebabkan oleh Mycobakterium tuberculosis yang ditandai dengan
pembentukan granuloma pada jaringan yang terinfeksi.
B. Epidemiologi Tuberculosis
Walaupun
pengobatan TB yang efektif sudah tersedia tapi sampai saat ini TB masih tetap
menjadi problem kesehatan dunia yang utama. Pada bulan maret 1993 WHO
mendeklarasikan TB sebagai global health emergency.
Sebagian besar dari kasus TB ini (95%) dan kematiannya
(98%) terjadi di negara-negara yang sedang berkembang. Indonesia adalah negara
dengan prevalensi TB ke-3 tertinggi di dunia setelah China dan India. Sedangkan
berdasarkan umur, terlihat angka insidensi TB secara perlahan bergerak ke arah
kelompok umur tua (dengan puncak pada 55-64 tahun), meskipun saat ini sebagian
besar kasus masih terjadi pada kelompok umur 15-64 tahun
Berdasarkan
survey kesehatan rumah tangga 1985 dan survey kesehatan nasional 2001, TB
menempati ranking nomor 3 sebagai penyebab kematian tertinggi diindonesia.
Prevalensi nasional terakhir TB paru diperkirakan 0,24%. Sampai sekarang angka
kejadian TB di Indonesia terlepas dari angka pandemi infeksi HIV karena masih
relative rendahnya infeksi HIV, tapi hal ini mungkin akan berubah dimasa datang
melihat semakin meningkatnua laporan infeksi HIV dari tahun ketahun.
C. Etiologi Tuberculosis
Proses terjadinya infeksi M. tuberculosis biasanya
secara inhalasi, sehingga TB paru merupakan manifestasi klinis yang paling
sering dibanding organ lainnya. Penularan penyakit ini sebagian besar melalui
inhalasi basil yang mengandung droplet nuclei, khususnya yang didapat
dari pasien TB paru dengan batuk berdarah atau berdahak yang mengandung BTA.
Penyebab TB adalah Mycobacterium
tuberculosis, sejenis kuman berbentuk batang dengan ukuran panjang 1-4 μm
dan tebal 0,3-0,6 μm. Sebagian besar dinding kuman terdiri atas asam lemak
(lipid), peptidoglikan, dan arabinomannan. Lipid inilah yang membuat kuman
lebih tahan terhadap asam (asam
alkohol) sehinga disebut bakteri tahan asam (BTA) dan dia juga lebih tahan
tehadap gangguan kimia dan fisis. Hal ini terjadi karena kuman berada dalam
sifat dormant. Dari sifat dormant ini kuman dapat bangkit lagi
dan menjadikan penyakit TB menjadi aktif lagi.
3.PENATALAKSANAAN TUBERKULOSIS
Tujuan dari pengobatan
Tuberkulosis adalah untuk menyembuhkan penderita,mencegah kematian, mencegah
kekambuhan dan menurunkan tingkat penularan. Jenis dan Dosis OAT adalah :
a)
Isoniasid ( H )
Dikenal
dengan INH, bersifat bacterisida, dapat membunuh 90% populasi kuman dalam
beberapa hari pertama pengobatan. Obat ini sangat efektif terhadap kuman dalam
keadaanmetabolik aktif, yaitu kuman yang sedang berkembang. Dosis harian yang
dianjurkan 5 mg/kgBB, sedangkan untuk pengobatan intermiten 3 kali seminggu
dengan dosis 10 mg/ kg BB.
b)
Rifampisin ( R )
Bersifat
bakterisida, dapat membunuh kuman semi-dormant yang tidak dapat dibunuholeh
isoniasid. Dosis 10 mg/kg BB diberikan sama untuk pengobatan harian maupun
intermiten3 kali seminggu.
c)
Pirazinamid ( Z )
Bersifat
bakterisida, dapat membunuh kuman yang berada dalam sel dengan suasanaasam.
Dosis harian yang dianjurkan 25 mg/kg BB, sedangkan untuk pengobatan intermiten
3kali seminggu diberikan dengan dosis 35 mg/kg BB.
d)
Streptomisin ( S )
Bersifat
bakterisida, dosis yang dianjurkan 15 mg/kg BB sedangkan untuk
pengobatanintermiten 3 kali seminggu digunakan dosis yang sama. Penderita yang
berumur sampai 60tahun dosisnya 0,75 gr/hari, sedangkan untuk berumur 60 tahun
atau lebih diberikan 0,50gr/hari.
e)
Etambutol ( E )
Bersifat
sebagai bakteriostatik. Dosis harian yang dianjurkan 15 mg/kg BB sedangkan
untuk pengobatan intermiten 3 kali seminggu digunakan dosis 30 mg/kg BB.
Saat
ini pengobatan dalam program pemberantasan tuberculosis paru, menggunakan
paduan Obat Anti Tuberkulosis (OAT) jangka pendek selama 6 bulan yang terdiri
dari Isoniazid (H), rifampisin (R), pirazinamitte (Z), streptomycin (S), dan
ethambutol (E). Di Indonesia paduan OAT yang disediakan oleh program ada 3
macam yaitu kategori-1, kategori-2, kategori-3 dan sisipan (HRZE), obat ini
diberikan pada penderita secara gratis. Untuk memudahkan pemberian dan menjamin
kelangsungan pengobatan, obat disediakan dalam bentuk blister kombipak, satu
paket untuk satu penderita dalam satu masa pengobatan. Kategori pengobatan
terdiri atas 2 tahap pemberian yaitu fase awal intensif dan fase lanjutan
berkala.
Pada
fase awal penderita minum obat setiap hari dengan pengawasan penuh, sedangkan
fase intermitten penderita minum obat 3 kali seminggu.
Ø Kategori-1 (2HRZE/4H3R3)
Kategori ini untuk pasien TBC baru. Paduan ini
terdiri atas 2 bulan fase awal intensif dengan Isoniasid (H), Rifampisin (R),
Pirazinamid (Z), Etambutol (E) diminum setiap hari diteruskan dengan fase
lanjutan atau intermitten selama 4 bulan dengan Isoniasid (H), Rifampisin (R) 3
kali seminggu. Kategori-1 (2HRZE/4H3R3) diberikan untuk :
a. Penderita
baru BTA positif
b. Penderita
baru BTA negative/Rontgen positif yang sakit berat dan ekstra paru berat, yang
belum pernah menelan OAT atau kalau kurang dari 1 bulan. Yang dimaksud dengan
“sakit berat” adalah tuberculosis paru BTA negative yang mengenai jaringan
parenkim yangb luas.
Ø Kategori-2 (2HRZES/HRZE/5H3R3E3)
Kategori ini untuk pasien ulangan (pasien yang
pengobatan kategori I-nya gagal atau pasien yang kambuh). Paduan ini terdiri
dari 2 bulan fase awal intensif dengan Isoniasid (H), Rifampisin (R),
Pirazinamid (Z), Etambutol (E) diminum setiap hari, dan setiap kali selesai
minum obat langsung diberikan suntikan Streptomisin disarana pelayanan
kesehatan yang terdekat dengan rumah penderita. Kemudian 1 bulan lagi dengan
Isoniasid (H), Rifampisin (R), Pirazinamid (Z), Etambutol (E) diminum setiap
hari tanpa suntikan. Setelah itu diteruskan dengan fase lanjutan atau
intermitten selama 5 bulan dengan HRE diminum secara intermitten atau selang
sehari atau 3 kali seminggu. Kategori-2 (2HRZES/HRZE/5H3R3E3) ini diberikan
pada penderita BTA positif yang sudah pernah makan OAT selama lebih sebulan.
Termasuk kelompok yang mendapat obat kategori-2 ini ialah penderita kambuh
(relaps) BTA positif, gagal (failure)BTA positif, dan lain-lain.
Ø Kategori-3 (2HRZ/4H3R3)
Kategori ini untuk pasien baru dengan BTA (-), Ro
(+). Paduan ini terdiri 2 bulan fase awal intensif dengan HRZ diminum setiap
hari kemudian diteruskan dengan fase lanjutan atau intermitten selama 4 bulan
dengan HR diminum 3 kali seminggu. Kategori-3 (2HRZ/4H3R3) untuk penderita baru
BTA negatif/rontgen positif, penderita ekstra paru ringan.
Ø OAT sisipan (HRZE)
Digunakan sebagai tambahan apabila pada
pemeriksaan akhir tahap intensif dari pengobatan dengan kategori I atau
kategori II ditemukan BTA (+). Obat diminum sekaligus 1 jam sebelum makan pagi.
Bila pemberian pengobatan kategori-1 dan kategori-2 pada akhir fase
awal/intensif masih BTA positif, diberikan obat sisipan selama 1 bulan setiap
hari. Kesembuhan penderita setelah menjalankan pengobatan dapat ditentukan
berdasarkan 3 kriteria yang saling terkait seperti :
a. Harus
terjadi konversi pemeriksaan mikroskopis pulasan dahak yaitu dari hasil positif
(BTA +) menjadi (BTA -) pada akhir pengobatan.
b. Masa
pengobatan intensif dan intermitten harus telah diikuti dengan lengkap sesuai
dengan jadwal pengobatan yang ada.
c. Ada
pencatatan yang lengkap seperti tersebut pada poin a dan b.
Kategori
I
a. Tahap
permulaan diberikan setiap hari selama 2 bulan (2HRZE)
·
INH :
300 mg – 1 tablet
·
Rifampisin (R) : 450 mg – 1 kaplet
·
Pirazinamid (Z) : 1500 mg – 3 kaplet @ 500 mg
·
Etambutol (E) : 750 mg – 3 kaplet @ 250 mg
Obat
tersebut diminum setiap hari secara intensif sebanyak 60 kali.
Regimen ini disebut KOMBIPAK II.
Regimen ini disebut KOMBIPAK II.
b. Tahap
lanjutan diberikan 3 kali dalam seminggu selama 4 bulan (4H3R3):
v INH
: 600 mg – 2
tablet @ 300 mg
v Rifampisin
(R) : 450 mg – 1 kaplet
Obat
tersebut diminum 3 kali dalam seminggu (intermitten) sebanyak 54 kali.
Regimen ini disebut KOMBIPAK III.
Regimen ini disebut KOMBIPAK III.
Tindak
Lanjut Pengobatan
KATEGORI
|
WAKTU
|
HASIL
BTA
|
RENCANA
TINDAK LANJUT
|
I
|
Akhir tahap intensif
|
Negatif
|
Diteruskan ke tahap lanjutan
|
Positif
|
Terapkan sisipan selama 1 bulan. Jika hasil pemeriksaan dahak masih (+)
maka diteruskan ke tahap lanjutan
|
||
Sebulan sebelum akhir/ akhir
pengobatan
|
2 kali pemeriksaan: negatif
|
Sembuh
|
|
Positif
|
Pengobatan gagal, ganti ke kategori II
|
||
II
|
Akhir tahap intensif
|
Negatif
|
Teruskan ke tahap lanjutan
|
Positif
|
Terapkan sisipan selama 1 bulan. Jika hasil pemeriksaan dahak masih (+)
maka diteruskan ke tahap lanjutan
|
||
Sebulan sebelum akhir/ akhir
pengobatan
|
2 kali pemeriksaan: negatif
|
Sembuh
|
|
Positif
|
Pengobatan gagal, pasien kronis
dirujuk ke spesialis atau mengonsumsi INH seumur hidup
|
||
III
|
Akhir tahap intensif
|
Negatif
|
Teruskan ke tahap lanjutan
|
Positif
|
Pengobatan diganti dengan kategori II
|
Ø PROGRAM
PEMBERANTASAN TUBERKULOSIS
Program
pemberantasan tuberkulosis paru yang dilakukan sampai sekarang adalah :
a. Vaksinasi
BCG.
b. Penemuan
kasus secara pasif dan aktif.
c. Pengobatan
dan pengobatan ulang terhadap penderita tuberculosis.
d. Penyuluhan
kesehatan.
e. Evaluasi
program.
Program
penanggulangan TBC secara nasional mengacu pada strategi DOTS (directly
observed treatment shortcourse) yang direkomendasikan oleh WHO, dan terbukti
dapat memutus rantai penularan TBC. Terdapat lima komponen utama strategi DOTS:
1. Komitmen
politis dari para pengambil keputusan, termasuk dukungan dana.
2. Diagnosis
ditegakkan dengan pemeriksaan mikroskopik BTA dalam dahak.
3. Terjaminnya
persediaan obat antituberkulosis (OAT).
4. Pengobatan
dengan paduan OAT jangka pendek dengan pengawasan langsung oleh pengawas minum
obat (PMO).
5. Pencatatan
dan pelaporan secara baku untuk memantau dan mengevaluasi program penanggulangan
TBC.
Untuk
menekan dan menurunkan jumlah penderita tuberculosis paru, Depkes pada tahun
1999 membentuk Gerakan Terpadu Nasional Penanggulangan Tuberkulosis paru
(Gerdunas-TB). Hal ini dilakukan mengingat keterbatasan sentral unit
penyelengaraan program di departemen kesehatan yang demikian kecilnya, maka
menteri kesehatan memutuskan untuk melaksanakan Gerdunas-TB.
Gerakan
Terpadu Nasional Penanggulangan Tuberkulosis adalah suatu gerakan yang terpadu
dan menyeluruh meliputi seluruh pihak di lingkungan masyarakat baik swasta
maupun pemerintah. Gerakan ini merupakan upaya untuk meningkatkan derajat
kesehatan masyarakat melalui peningkatan kesadaran sehat, serta peningkatan
mutu pelayanan guna tercapainya Indonesia sehat tahun 2010.
Ø PENGAWAS MENELAN
OBAT (PMO)
Pengawas
Menelan Obat (PMO) sudah lama dikenal di Indonesia. Pada waktu itu namanya
bukan PMO tapi case holding. Penderita tuberculosis dirawat di Sanatorium
selama beberapa bulan bahkan sampai 1-2 tahun, ternyata angka kesembuhan tanpa
PMO rendah sekali dan terdapat resisten obat.
a. Persyaratan
PMO
1. Dipercaya
penderita
2. Dekat
dengan rumah penderita dalam dasawisma.
3. Bersedia
melaksanakan tugas PMO.
4. Lebih
mengutamakan amal dalam menolong kesembuhan penderita.
b. Tugas-tugas
PMO
1. Mengenal
tanda-tanda tersangka tuberculosis.
2. Mengawasi
penderita menelan obat setiap hari.
3. Mengambilkan
obat bagi penderita sekali seminggu.
4. Mengingatkan
penderita untuk periksa ulang dahak bulan 2, 5 dan 6.
5. Memberikan
penyuluhan pada penderita dan keluarga.
6. Memberitahukan
adanya suspek pada keluarga penderita.
7. Merujuk
kalau ada gejala samping obat.
c. Bahan
pelatihan PMO
1. Bagaimana
menelan obat setiap hari secara teratur sampai selesai.
2. Cara-cara
menelan obat.
3. Cara-cara
mengeluarkan dahak untuk periksa ulang.
4. Buku
kader.
5. Poster.
d. Jaminan
menelan obat
1. Jika
rumah penderita dekat dengan rumah sakit, klinik, puskesmas dan dating setiap
hari, maka PMOnya petugas kesehatan.
2. Jika
rumah penderita jauh dari rumah sakit, klinikm puskesmas dalam arti kata
jaraknya jauh atau tidak dapat membagi dana untuk biaya transportasi setiap
hari atau karena harus bekerja ditempat yang jauh misalnya diladang, dipabrik,
ditempat usaha atau tempat kerja lain yang jauh dari rumah atau dari rumah
sakit, klinik, puskesmas, maka PMOnya dipilih orang yang dekat dengan penderita
untuk mencek menelan obat setiap hari.
Ø PENCEGAHAN
TUBERKULOSIS
1.
Upaya Promotif.
.
Peningkatan pengetahuan tentang penanggulangan TBC melalui pendidikan & pelatihan petugas pemberi pelayanan kesehatan, penyuluhan, penyebarluasan informasi, peningkatan kebugaran jasmani, peningkatan kepuasan kerja, peningkatan gizi.
Peningkatan pengetahuan tentang penanggulangan TBC melalui pendidikan & pelatihan petugas pemberi pelayanan kesehatan, penyuluhan, penyebarluasan informasi, peningkatan kebugaran jasmani, peningkatan kepuasan kerja, peningkatan gizi.
2.
Upaya preventif.
.
Adalah upaya untuk mencegah timbulnya penyakit atau kondisi yang memperberat penyakit TBC misalnya pemberian OAT.
Adalah upaya untuk mencegah timbulnya penyakit atau kondisi yang memperberat penyakit TBC misalnya pemberian OAT.
3.
Pencegahan Primer.
.
Pencegahan primer merupakan upaya yang dilaksanakan untuk mencegah timbulnya penyakit pada populasi yang sehat contohnya ialah vaksinasi BCG
Pencegahan primer merupakan upaya yang dilaksanakan untuk mencegah timbulnya penyakit pada populasi yang sehat contohnya ialah vaksinasi BCG
4.
Pencegahan Sekunder.
.
Pencegahan sekunder adalan upaya untuk menemukan penyakit TBC sedini mungkin mencegah meluasnya penyakit, mengurangi bertambah beratnya penyakit, diantaranya:
Pencegahan sekunder adalan upaya untuk menemukan penyakit TBC sedini mungkin mencegah meluasnya penyakit, mengurangi bertambah beratnya penyakit, diantaranya:
·
Pengawasan dan penyuluhan untuk
mendorong pasien TBC bertahan pada pengbatan.
·
Pengamatan langsung mengenai
perawatan pasien TBC di tempat kerja
·
Case-finding secara aktif,
mencakup identifikasi TBC pada orang yang dicurigai dan rujukan pemeriksaan
dahak dengan mikroskopis secara berkala.
·
Membuat “Peta TBC”, sehingga
ada gambaran lokasi tempat kerja yang perlu prioritas penanggulangan TBC bagi
pekerja
·
Pengelolaan logistik
5.
Upaya kuratif dan rehabilitatif.
.
Adalah upaya pengobatan penyakit TBC yang bertujuan untuk menyembuhkan penderita, mencegah kematian, mencegah kekambuhan dan menurunkan tingkat penularan.
Adalah upaya pengobatan penyakit TBC yang bertujuan untuk menyembuhkan penderita, mencegah kematian, mencegah kekambuhan dan menurunkan tingkat penularan.
Obat TBC diberikan dalam
bentuk kombinasi dari beberapa jenis, dalam jumlah cukup dan dosis yang tepat
selama 6-8 bulan dengan menggunakan OAT standar yang direkomendasikan oleh WHO
dan IUATLD (International Union Against Tuberculosis and Lung Disease).
Pelaksanaan minum obat & kemajuan hasil pengobatan harus dipantau. Agar
terlaksananya program penanggulangan TBC ditempat kerja perlu adanya komitmen
dari pimpinan perusahaan /tempat kerja dan kerjasama dengan semua pihak terkait
untuk melaksanakan Program Penanggulangan TBC didukung dengan ketersediaan
dana, sarana dan tenaga yang professional. Keberhasilan pengobatan TBC
tergantung dari kepatuhan penderita untuk minum OAT yang teratur. Dalam hal
ini, PMO di tempat kerja akan sangat membantu kesuksesan Penanggulangan TBC di
tempat kerja.
Pencegahan TBC harus dilakukan ketika salah seorang dari kerabat
kita ada yang tertular penyakit TBC. Karena penyakit TBC merupakan salah satu
penyakit menular yang bisa ditularkan melalui dahak penderita TBC. Selain itu
makanan yang mengandung kuman TBC juga bisa menjadi penyebab menyebarkan
penyakit TBC.
Pencegahan TBC terkadang menjadi langkah yang dilupakan oleh
sebagian orang. Jika seseorang memiliki tes positif untuk infeksi laten TBC,
dokter mungkin menyarankan untuk mengkonsumsi obat untuk mengurangi resiko
terkena TBC aktif. Satu-satunya jenis TBC yang menular adalah varietas aktif,
saat itu mempengaruhi paru-paru. Jadi, jika dapat mencegah TBC dari menjadi
aktif, penderita tersebut tidak akan mengirimkan TBC ke orang lain.
Ø PENCEGAHAN TBC DENGAN MELINDUNGI
DIRI DAN ORANG LAIN.
Jika seseorang memiliki TBC aktif, hal
pertama yang perlu dicatat adalah menjaga kuman dari diri sendiri. Hal ini
biasanya memakan waktu beberapa minggu pengobatan dengan obat TBC sebelum tidak
menular lagi. Ikuti tips ini untuk membantu menjaga dan pencegahan penyakit TBC
kepada teman dan keluarga dari infeksi bakteri:
·
Tinggal di rumah. Jangan pergi
kerja atau sekolah atau tidur di kamar dengan orang lain selama beberapa minggu
pertama pengobatan untuk TBC aktif.
·
Ventilasi ruangan. Kuman TBC
menyebar lebih mudah dalam ruang tertutup kecil di mana udara tidak bergerak.
Jika ventilasi ruangan masih kurang, membuka jendela dan menggunakan kipas
untuk meniup udara dalam ruangan luar.
·
Tutup mulut menggunakan masker.
Gunakan masker untuk menutup mulut kapan saja ketika di diagnosis TBC merupakan
langkah pencegahan TBC secara efektif. Jangan lupa untuk membuangnya secara
tepat.
·
Meludah hendaknya pada tempat
tertentu yang sudah diberi desinfektan (air sabun).
·
Imunisasi BCG diberikan pada
bayi berumur 3-14 bulan.
·
Menghindari udara dingin.
·
Mengusahakan sinar matahari dan
udara segar masuk secukupnya ke dalam tempat tidur.
·
Menjemur kasur, bantal,dan
tempat tidur terutama pagi hari.
·
Semua barang yang digunakan
penderita harus terpisah begitu juga mencucinya dan tidak boleh digunakan oleh
orang lain.
·
Makanan harus tinggi
karbohidrat dan tinggi protein.
Selain pencegahan TBC, menyelesaikan seluruh terapi obat sangat baik
untuk melawan infeksi sehingga lebih cepat sembuh. Ini adalah langkah yang
paling penting yang dapat diambil untuk melindungi diri sendiri dan orang lain
dari tbc. Bila penderita menghentikan pengobatan dini atau melewatkan dosis,
bakteri tbc memiliki kesempatan untuk mengembangkan mutasi yang memungkinkan
mereka untuk bertahan hidup bahkan jika diberi obat tbc yang paling kuat
sekalipun. Strain yang resistan terhadap obat yang dihasilkan jauh lebih
mematikan dan sulit diobati.
4.
KETERLIBATAN DOKTER KELUARGA DENGAN PASIENNYA
Untuk memberikan pelayanan yang komphrensif,
sebagai dokter keluarga kita akan memandang masalah pasien dalam konteks
sosialnya juga, dan keterlibatan dokter keluarga sangat bervariasi.
Setiap dokter keluarga harus memutuskan sejauh mana keterlibatannya
dengan keluarga pasien. Ada 5 tipe atau tingkatan dari keterlibatan
dokter dalam menangani pasiennya, yaitu:
1. Keterlibatan Minimal dalam Keluarga
(Minimal Emphasis on Family)
Dasar
pemikiran dokter adalah komunikasi dengan keluarga pasien hanya untuk praktek
atau keperluan legal medis aja. Perilaku dokter adalah, bertemu dengan keluarga
pasien hanya untuk mendiskusikan masalah-masalah medis saja.
2. Informasi Medis dan Nasehat (Medical
Information and Advice)
Dasar
pemikiran dokter adalah bahwa keluarga itu penting dalam diagnosa dan membuat
keputusan pengobatan pasien, keterbukaan perlu untuk melibatkan keluarga.
3. Perasaan dan Dukungan (Feelings and
Support)
Dasar
pemikiran dokter adalah perasaan dan dukungan dan timbal balik antara
pasien. Keluarga dan dokter sangat penting dalam diagnosa dan pengobatan
pasien.
4. Penilaian dan Intervensi (Assessment and
Intervention)
Dasar
pemikiran dokter adalah sistem keluarga, dinamika keluarga, dan perkembangan
keluarga penting dalam diagnosa dan pengobatan pasien. Perilaku dokter adalah
bertemu dengan keluarga dan membantu mereka untuk merubah peran dan interaksi
satu sama lain agar lebih efektif dengan menghadapai masalah penyakit dan
pengobatan pasien.
5. Terapi Keluarga (Family Therapy)
Dasar
pemikiran dokter adalah dinamika keluarga dan kesehatan pasien saling
mempengaruhi satu sama lainnya dan pola ini perlu dirubah. Perilaku
dokter adalah bertemu secara teratur dengan keluarga pasien dan berusaha
merubah dinamika keluarga peraturan-peraturan yang tak tertulis dalam keluarga
tersebut yang berhubungan dengan perkembangan fisik dan mental pasien.
Tugas Dokter Keluarga dalam penangan TBC, meliputi :
1.
Menguasai dan mampu menerapkan
konsep operasional kedokteran keluarga,
2.
Menguasai pengetahuan dan mampu
menerapkan ketrampilan klinik dalam
penangan pasien TBC.
3.
Menyelenggarakan pelayanan
primer secara menyeluruh, dan bermutu untuk pelayanan spesialistik yang
diperlukan bagi penderita TBC.
4.
.Mendiagnosis secara cepat dan
memberikan terapi secara cepat dan tepat.
5.
Memberikan pelayanan kedokteran
secara aktif kepada pasien.
6.
Membina keluarga pasien untuk
berpartisipasi dalam upaya peningkatan taraf kesehatan, pencegahan penyakit, pengobatan dan rehabilitasi pada pasien penderita TBC.
7.
Melakukan tindakan tahap awal
kasus berat agar siap dikirim ke rumah sakit.
8.
Tetap bertanggung-jawab atas
pasien yang dirujukan ke Dokter Spesialis atau dirawat di RS.
9.
Memantau pasien yang telah
dirujuk atau di konsultasikan.
10.
Bertindak sebagai mitra,
penasihat dan konsultan bagi pasiennya.
11.
Mengkoordinasikan pelayanan yang
diperlukan untuk kepentingan pasien
TBC.
12.
Menyelenggarakan rekam Medis
yang memenuhi standar.
13.
Memberikan masukan untuk
keperluan pasien rawat inap pada
pasien TBC jika dibutuhkan.
5.
PERAN KELUARGA, MASYARAKAT, PEMERINTAH DALAM PENANGANAN TBC.
1.
Peran
Keluarga Dalam Penanganan TBC
Diketahui bahwa salah satu masalah
mendasar dalam penanggulangan TBC adalah peran keluarga, antara lain :
a)
Pemahaman keluarga
tentang pencegahan dan penularannya
b)
Dukungan terhadap
pengawasan pengobatan penderita. Keluarga sebagai pengawas
minum obat (PMO). Pengawasan secara langsung penderita TB agar menelan obat
secara teratur sampai selesai pengobatan
c) Memotivasi
penderita agar mau berobat secara teratur hingga selesai
d) Mengingatkan
penderita untuk periksa ulang dahak pada
waktu – waktu yang telah ditentukan
e) Membantu
membersihkan alat – alat makan dan minum penderita
f)
Dukungan dan
pemahaman terhadap pemanfaatan pelayanan kesehatan. Mengantar
penderita ke petugas kesehatan terdekat atau puskesmas/RS untuk mendapatkan
pemeriksaan dan pengobatan
g) Mengenali
efek samping ringan obat
Dalam pemberantasan Tuberkulosis, keluarga diharapkan bukan hanya berperan
dalam pengawasan minum obat penderita
saja, tetapi juga berperan dalam mengajarkan hidup sehat dan menganjurkan ke pelayanan
kesehatan. Keluarga yang merupakan elemen masyarakat mempunyai peranan penting
dalam penanggulangannya. Dukungan lingkungan sosial dan keluarga diharapkan
mampu meningkatkan temuan kasus dan membantu kesembuhan penderita dalam
pengobatan (Lembaga Koalisi untuk Indonesia Sehat, 2006).
2.
Peran Masyarakat Dalam Penanganan TBC
Pihak yang bergerak di
masyarakat memberikan penyuluhan tentang TB dari gejala-gejala normal yang
dialami, seperti batuk selama dua-tiga minggu. Penyuluhan dilakukan melalui
anggota PPTI. Mereka melakukan penyuluhan ke masyarakat dan aktif mencari
masyarakat yang terkena gejala TB lalu melaporkannya ke PPTI dan
ditindaklanjuti dengan pengobatan.
a)
ikut serta dalam program penyuluhan
tuberculosis. Tujuan dari
penyuluhan ini adalah Menambah wawasan/pengetahuan tentang penyakit TBC.
Meningkatkan kesadaran, kemauan dan peran serta masyarakat dalam penanggulangan
TBC.
b) mengenali
tanda – tanda penyakit tuberculosis.
c) mencari
masyarakat yang memiliki gejala TB.
3.
Peran
Pemerintah Dalam
Penanganan TBC
a) menerapkan
strategi pengobatan jangka pendek dengan pengawasan langsung (DOTS). Strategi DOTS (Directly
Observed Treatment Shortcourse) yang terdiri dari lima komponen, yaitu:
Ø Komitmen pemerintah untuk mempertahankan kontrol terhadap TB, dengan
pendanaan yang meningkat dan berkesinambungan.
Ø Penemuan kasus melalui pemeriksaan dahak mikroskopik yang terjamin
mutunya.
Ø Tatalaksana pengobatan standar, pengobatan teratur selama 6-8 bulan,
melalui supervisi dan pengawasan.
Ø Sistem manajemen logistik obat yang bermutu dan efektif,
ketersediaan obat TB yang rutin dan tidak terputus.
Ø Sistem laporan untuk monitoring dan evaluasi, termasuk penilaian
dampak dan kinerja program.
b) penyediaan
obat anti TB.
c) pengobatan
OAT dengan pengawasan.
d) pencatatan
dan pelaporan kasus dengan teratur lengkap dan benar.
e) mengadakan
penyuluhan.
f) menyediakan
sarana pemeriksaan dan pengobatan TB di seluruh Indonesia.
g) membiayai
pengobatan TB di fasilitas kesehatan pemerintah.
BAB IV
PENUTUP
Kesimpulan
Akhir :
Dokter menyampaikan informasi kepada
keluarga pasien untuk memberikan perhatian lebih kepada pasien.Selalu mengawasi
dan menjaga pasien bila akan mengkonsumsi obat. Dalam hal ini, keluarga
diharapkan mampu mengawasi pasien bila mengkonsumsi obat, memberikan makan
bergizi, serta menjauhkan anggota keluarga dari kontak langsung dengan pasien,
Sehingga proses penyembuhan pasien tidak terganggu. Masyarakat juga diharapkan
untuk turut berperan aktif melaporkan berbagai hal kejadian-kejadian penyakit
serupa dilingkungan tersebut, kepada aparat pemerintah setempat. Sehingga
pemerintah dapat mengambil tindakan untuk penanggulangan penyakit tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
2. http://agungswastika.wordpress.com/program-penaggulangan-pasien-tbc/
3. Kuliah
Pakar Prof. Dr. Nerseri Barus, MPH
4.
Arsyad, Ardi. Skripsi FKM USU,
2003.
5.
Widoyono, 2008. Penyakit Tropis
: Epidemiologi, Penularan, Pencegahan & Pemberantasannya. Erlangga Medical
Series.
6.
http://www.scribd.com/doc/85195667/
Penatalaksanaan-Tbc
7.
Soedarto, 1990.
Penyakit-penyakit infeksi diindonesia, Widya Medika, Jakarta.
8.
Sudoyo
W. Aru, Setyohadi Bambang, dkk; Tuberculosis Paru; Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam; Jilid III edisi ke-V,
Jakarta-2009.
10.
Depkes RI. 2005. “Tuberkulosis”
http://www.ppmplp.depkes.go.id/catalogcdc/
11.
kamus_detail_klik.asp?abjad=T&id=2005111810220104830757&count=14&page=1(diakses
Mei 2006).
0 Komentar:
Posting Komentar
Berlangganan Posting Komentar [Atom]
<< Beranda